Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri: Diskresi Pembubarkan Ormas di Pemerintah, tapi Tak akan Otoriter

Kompas.com - 30/10/2017, 19:09 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo angkat bicara terkait kritik yang dilontarkan sejumlah pihak atas kewenangan pemerintah membubarkan ormas tanpa melalui putusan pengadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).

Tjahjo menegaskan ketentuan tersebut tidak serta merta akan membuat pemerintah bertindak sewenang-wenang terhadap ormas.

Menurut Tjahjo, keputusan pemerintah untuk mencabut izin ormas telah melalui proses pengkajian yang panjang di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto.

"Surat pencabutan dari pemerintah. Bisa Kemendagri, bisa Kemenkumham. Tapi kami putuskan tak mendadak, rapat berbulan-bulan di Kemenko Polhukam," ujar Tjahjo saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2017).

(Baca: SBY: Alhamdulillah, Pak Jokowi Bersedia Revisi UU Ormas)

Tjahjo menegaskan, secara prinsip pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut Surat Keputusan (SK) pencabutan suatu ormas apabila melanggar ketentuan. Namun, Tjahjo menolak jika hal itu dipandang sebagai ketentuan yang otoriter.

"Diskresi di pemerintah, tapi tidak otoriter karena ada prosesnya," kata Tjahjo.

Bagian penjelasan Pasal 61 ayat (3) UU Ormas menyebutkan, penjatuhan sanksi administratif berupa pencabutan surat keterangan terdaftar dan pencabutan status badan hukum adalah sanksi yang bersifat langsung dan segera dapat dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri atau Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pencabutan surat keterangan terdaftar dan pencabutan status badan hukum dilakukan terhadap Ormas yang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

(Baca: UU Ormas Versi Demokrat, Pengadilan yang Bisa Bubarkan Ormas)

Guru Besar bidang Hukum Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengkritik ketentuan pembubaran ormas tanpa melalui proses pengadilan.

Menurut Asep, mekanisme pembubaran ormas tanpa melalui pengadilan lebih dulu merupakan kemunduran demokrasi. Pasalnya, ketentuan tersebut pernah tercantum dalam UU No 8 tahun 1985 tentang Ormas, kemudian dihilangkan dalam UU No 17 tahun 2013.

"UU No 17 tahun 2013 mengoreksi UU No 8 tahun 1985, bahwa pembubaran ormas harus melalui lembaga peradilan. Ini sebagai sebuah kemajuan," ujar Asep, saat memberikan keterangan ahli dari pihak pemohon pada sidang uji materi Perppu Ormas, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2017).

"Namun, sayangnya pendekatan itu diubah lagi dalam Perppu No 2 tahun 2017 sama dengan ketentuan dalam UU no. 8 tahun 1985. Mundur dari kehidupan demokrasi saat ini," kata dia.

Asep mengatakan, dalam sebuah negara demokrasi, pemerintah tidak bisa secara sepihak membubarkan suatu ormas yang dianggap tak sesuai ideologi negara.

Di sisi lain, ormas yang dituduh melakukan pelanggaran berhak mengajukan argumentasinya dalam sebuah proses pengadilan. Dengan demikian, menurut Asep, pembubaran suatu ormas harus melalui proses pengadilan.

Kompas TV Ketum Demokrat ini mengancam menerbitkan petisi jika pemerintah tidak tepat janji merevisi UU Ormas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com