TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Kebebasan berekspresi dan berpendapat bagi warga negara Indonesia diatur dalam konstitusi. Namun, hal itu dinilai juga menimbulkan dilematis, sebab kebebasan berpendapat tersebut kerap dianggap kebablasan.
Direktur International Center for Islam and Pluralism, Syafiq Hasyim, melihat problematika negara demokrasi Pancasila salah satunya adalah menyelesaikan masalah terkait ujaran kebencian (hate speech).
Ini termasuk ujaran kebencian yang menyinggung isu agama. Hal itu kerap tak terkotrol, apalagi dalam media sosial.
"Apa pun yang dikatakan orang di media sosial, tetap tidak bisa dilarang, apa pun pernyataannya. Ini kemudian menjadi perdebatan," kata Syafiq dalam diskusi bertajuk "Islam and Democracy In Indonesia" di kampus Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang, Kamis (19/10/2017).
Syafiq menambahkan, situasi tersebut bahkan membuat pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas).
Namun, kelompok masyarakat terbelah dalam menyikapi penerbitan perppu tersebut. Ada pula kelompok yang menolak, salah satu alasannya karena dianggap mengekang kebebasan.
(Baca juga: Indeks Demokrasi Era Jokowi Menurun, Pemerintah Sebut akibat Isu SARA)
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid melihat bahwa tantangan ke depan adalah ke mana negara mau dibawa.
Demokrasi, kata dia, menggaransi kebebasan berekspresi dan persamaan warga negara di mata hukum.
Namun, ada kelompok-kelompok yang kerap memanfaatkan isu agama dan isu populis untuk mencoba memengaruhi orang. Beberapa kelompok masyarakat pun mudah terprovokasi oleh isu-isu agama.
"Itulah tantangan ke depan, bagaimana kita bisa membuat demokrasi lebih berkualitas yang bisa membawa keadilan yang sesungguhnya dan kemakmuran yang sesungguhnya di masyarakat kita," ujar putri Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid itu.
Senada dengan Yenny, Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menilai ada tugas besar masyarakat Indonesia untuk membawa nilai-nilai demokrasi benar-benar terwujud, yakni Pancasila yang egaliter, transparan dan pluralis.
Menurut dia, ini menjadi tantangan berat menjelang tahun pemilu.
"Ini bukan tantangan mudah, terlebih kita menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019," ujarnya.