JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks Demokrasi selama tiga tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo terus turun dari waktu ke waktu.
Pada 2015, Indeks Demokrasi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) adalah 73,04. Pada 2016, angka tersebut menurun menjadi 72,82. Lalu pada 2017, angka tersebut kembali turun ke 70,09.
Data BPS ini dipaparkan oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan keamanan Wiranto dalam jumpa pers tiga tahun Jokowi-JK di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Saat ditanya mengenai indeks demokrasi yang makin menurun ini, Wiranto menolak apabila pemerintah menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan.
"Indikator untuk menentukan indeks demokrasi banyak ada 26. Artinya tak hanya menyangkut kinerja pemerintah," kata Wiranto.
(Baca juga: Tiga Tahun Jokowi, Masyarakat Puas tapi Keluhkan Kondisi Ekonomi)
Wiranto mengatakan, indeks demokrasi juga sangat tergantung dengan perilaku masyarakat yang menjadi aktor demokrasi itu sendiri. Ia juga menyinggung soal adanya Pilkada Serentak 2015 dan Pilkada Serentak 2017.
"Biasanya, indikator ini muncul karena ada pilkada, ada pemilu," ucap Wiranto.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di forum yang sama menambahkan, indeks demokrasi hanya menurun drastis di dua provinsi, yakni DKI Jakarta dan Sumatera Barat.
Ia menilai di dua provinsi itu muncul isu berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dan hoaks akibat pilkada yang menyebabkan indeks demokrasi menurun.
"Ini karena isu SARA dan hoaks. Tapi kita upayakan tahun depan bisa pulih," ucap Tjahjo.
(Baca juga: Survei SMRC: Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi, Kepuasan Publik Capai 68 Persen)