Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ormas-ormas Ini Minta DPR Tak Setujui Perppu Ormas

Kompas.com - 19/10/2017, 10:44 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah ormas Islam diundang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II yang membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), Rabu (18/10/2017). 

Dalam rapat itu, mereka meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak menyetujui Perppu yang diterbitkan pemerintah tersebut.

Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Mohammad Siddik menilai, tidak ada kegentingan yang memaksa sehingga Perppu tersebut diperlukan. 

"Tidak terdapat ancaman nyata yang membahayakan negara, seperti perang. Tidak ada bencana alam dan kerusuhan," kata Siddik.

Menurut Siddik, keluarnya Perppu justru menjadi sumber masalah baru dengan terpecah-belahnya masyarakat secara tajam.

Baca: Alasan Penerbitan Perppu Ormas Dianggap Relevan

Siddik khawatir Perppu Ormas digunakan untuk membungkam ormas-ormas yang kritis terhadap pemerintah, dan membubarkan ormas tanpa melalui proses peradilan.

"Kami mengusulkan DPR menolak Perppu 2/2017, karena Undang-undang sebelumnya sudah cukup baik dan berfungsi," kata Siddik.

Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) Jeje Zaenudin mengatakan, ada tiga alasan organisasinya menolak Perppu 2/2017.

Pertama, Perppu tersebut dinilai melanggar ketentuan dalam konstitusi mengenai proses hukum yang adil (due process of law).

"Kami berpendapat dalam Perppu ini ada pasal-pasal yang bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara hukum, yaitu di pasal 61 dan 62," ujar Jeje.

Alasan kedua, Perppu dinilai melanggar hak asasi manusia yang diatur dalam pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945.

Baca juga: Perppu Ormas Perlu Didukung, tetapi Juga Harus Disempurnakan

Terakhir, Perppu dianggap bertentangan dengan asas pertanggungjawaban pidana.

Berdosa

Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Ormas Islam se-Banten Sudrajat Ardani, ada 152 ormas Islam di Banten yang menolak Perppu 2/2017.

Sudrajat menafsirkan paham lain-lain yang disebut dalam Perppu merujuk pada sistem khilafah.

"Pemerintah sungguh keliru kalau menganggap yang merusak negara adalah khilafah. Perppu ini berpotensi menodai agama. Kami memberikan saran ke DPR, mohon sangat Perppu ini dibatalkan saja," kata Sudrajat.

Menurut dia, akan lebih baik jika pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Sudrajat bahkan mengingatkan DPR agar tidak menyetujui Perppu Ormas jika tidak mau mendapatkan dosa.

"Sekali anggota DPR tanda tangan atau setujui Perppu menjadi Undang-Undang, jangan lupa Anda akan mendapat aliran dosa, atau dosa investasi selama Perppu diterapkan," kata dia.

"Orang yang mengarahkan kebaikan Insya Allah akan mendapatkan investasi kebaikan. Namun sekali menandatangani kemaksiatan, maka akan mendapatkan investasi dosa bukan hanya dirinya tetapi sampai anak-cucu dan keturunannya," ujar Sudrajat.

Kompas TV Pakar hukum tata negara seperti Yusril Ihza Mahendra dan Irman Putra Sidin yang akan didengar masukkannya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com