JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Pusat Muhammadiyah menyarankan DPR untuk menolak pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).
Perwakilan PP Muhammadiyah, Iwan Satriawan, menyampaikan bahwa penerbitan Perppu Ormas tidak sesuai Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945.
"Tidak ada alasan mendasar atas kegentingan memaksa," kata Satriawan, dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II dengan perwakilan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah terkait Perppu Ormas, di gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/10/2017),
Selain itu, lanjut Iwan, Perppu Ormas melanggar prinsip check and balance dalam bernegara. Ini disebabkan aturan dalam Perppu Ormas telah menghilangkan peran lembaga peradilan dalam proses pencabutan badan hukum suatu ormas.
"Dalam hal ini pemerintah tidak hanya jadi pendakwa, tapi juga eksekutor. Ini mengambil peran lembaga yudisial," kata dia.
(Baca juga: Bahas Perppu Ormas, Komisi II DPR Undang NU dan Muhammadiyah)
Lebih jauh, lanjut dia, Perppu Ormas dinilai mengancam kebebasan berserikat dan berpotensi memunculkan penyalahgunaan kekuasaan.
Pemerintah bisa menggunakan Perrpu tersebut untuk menuding dan mengambil tindakan terhadap ormas yang dianggap bertentangan tanpa terlebih dahulu memberikan kesempatan pembelaan bagi ormas tersebut.
"Kami tapi tetap menghormati pemerintah, PP Muhammadiyah secara substasial menilai Perppu Ormas bertentangan dengan prinsip demokrasi, inkonstitusional, dan hak warga negara sebagaimana diatur dalam UU. Oleh karena itu, PP Muhammadiyah menolak dan memohon DPR menolak Peprpu Ormas," ujar dia.
Untuk diketahui, pasca-penerbitan Perppu Ormas sejumlah pihak menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Sementara, sikap fraksi di DPR terhadap penerbitan Perppu Ormas masih terbelah.