JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung H.M. Prasetyo tak mempermasalahkan jika kejaksaan dilibatkan dalam Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) bentukan Polri.
Hanya, kata Prasetyo, mekanismenya harus mengacu pada payung hukum yang berlaku, yakni KUHAP.
Karena itu, ia sepakat jika kewenangan penuntutan tidak satu atap dengan penyelidikan dan penyidikan.
"Itu yang lebih baik. Itu mengacu pada hukum acara kan. Kalau opsi pertama (satu atap) kan dasarnya apa? Kan gitu," kata Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/10/2017).
(baca: Kapolri Tegaskan Pembentukan Densus Tipikor Bukan untuk Bubarkan KPK)
Ia menekankan bahwa penanggung jawab perkara dalam persidangan ialah jaksa penuntut umum (JPU) sehingga tak bisa dipaksa untuk segera membawa berkas ke pengadilan.
Karena itu, lanjut Prasetyo, seorang jaksa tak bisa memaksakan agar perkara disidangkan jika memang belum lengkap.
Hal itu disampaikan Jaksa Agung untuk menjawab keluhan pihak Polri bahwa berkas perkara selama ini kerap bolak balik antara penyidik dan jaksa penuntut umum.
Ia mengatakan, jika sejak awal hasil penyidikan Densus Tipikor nantinya sudah lengkap, maka akan langsung diproses oleh Satuan Tugas Khusus Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan (Satgasus P3TPK) bentukan kejaksaan.
"Ya jadi enggak usah dipaksakan harus cepat harus seperti itu. Kalau memang belum lengkap berkas perkaranya harus dikembalikan harus diperbaiki dong. Itu gunanya ada tahap prapenuntutan," lanjut dia.
(baca: Dua Opsi Kelembagaan Densus Tipikor)
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian sebelumnya menginginkan Densus Tipikor satu atap dengan jaksa seperti kerja KPK.
Hal itu untuk mempermudah proses penuntutan setelah Polri melakukan penyidikan.
Namun, sambung Tito, bisa pula Polri dan kejaksaan tak satu atap dalam Densus Tipikor.
Sehingga Polri melalui Densus Tipikor langsung berkoordinasi dengan satuan tugas (satgas) khusus yang dibentuk kejaksaan terkait penuntutan tipikor.
Bahkan, menurut Tito, bisa saja sejak proses penyelidikan Polri berkonsultasi dengan satgas dari kejaksaan.
(baca: Kapolri Ingin Gaji Densus Tipikor Sama seperti KPK)
Dengan demikian, proses pelimpahan berkas perkara akan lancar karena telah ada kesepahaman antara jaksa dan penyidik.
"Tujuannya agar tidak ada bolak-balik perkara karena perbedaan persepsi ketika berkasnya sudah selesai," tutur Tito.