Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Giliran Akademisi UI Kritisi Pembentukan Densus Tipikor Polri

Kompas.com - 15/10/2017, 17:36 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) mengkritisi pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polri.

Hal itu dilakukan menanggapi rencana Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian yang ingin mengadopsi sistem penuntutan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni fungsi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dilakukan dalam satu atap.

Sistem seperti itu ingin diterapkan agar berkas perkara tak bolak balik antara Kepolisian-Kejaksaan seperti yang selama ini terjadi.

Peneliti MaPPI FHUI Adery Ardhan mengatakan, jika fungsi penyidikan dan penuntutan berada dalam satu atap di Densus Tipkor, maka posisi Kejaksaan sebagai penuntut umum berada di bawah pihak penyidik Polri.

Hal itu dinilai bertentangan dengan prinsip Kejaksaan sebagai Dominus Litis atau pengendali proses perkara dari tahap awal penyidikan sampai dengan pelaksanaan proses eksekusi putusan.

"MaPPI FHUI menolak jika pembentukan Densus Tipikor Polri justru menggabungkan fungsi penyidikan dan penuntutan dalam satu atap. Pimpinan dari Densus ini adalah Perwira Polri berpangkat Irjen, jadi bisa dibayangkan penyidikan dan penuntutan di bawah polisi," ujar Adery dalam sebuah diskusi terkait pembentukan Densus Tipikor Polri, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (15/10/2017).

Adery menjelaskan, kejaksaan sebagai pihak penuntut dalam suatu perkara juga menjalankan fungsi pengawasan terhadap proses penyidikan. Dengan demikian, pengawasan secara horizontal terhadap proses penyidikan tidak akan berjalan efektif, sebab kejaksaan akan berada di bawah koordinasi kepolisian.

Menurut Adery, pihak penuntut umum yang seharusnya secara obyektif dapat mengawasi pelaksanaan penyidikan Polri menjadi bermasalah ketika atasan atau pimpinan dari Densus Tipikor adalah anggota Polri dan secara fungsional merupakan penyidik.

Apabila pengawasan dari penuntut umum tidak berjalan semestinya, Adery menilai penyidikan tindak pidana korupsi oleh Densus Tipikor akan sangat rentan dengan kriminalisasi dan pelanggaran prosedural hukum acara pidana.

"Pimpinan dari Densus itu kan penyidik, jenderal bintang dua. Apakah ini akan menjadi obyektif. Ini mengangkangi sistem peradilan pidana.

Kalau menjadi satu atap, penyidik memiliki otoritas yang lebih luas. Padahal harus ada check and balances, ada mekanisme pengawasan," ucapnya.

Di sisi lain, Adery menegaskan bahwa wacana menempatkan fungsi penyidikan dan penuntutan di dalam Densus Tipikor bertengan dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurut Adery, Densus Tipikor tidak bisa mengadopsi sistem yang dimiliki KPK sebab kewenangan KPK diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Kalau satu atap, itu bertentangan dengan KUHAP. Kalau KPK kan berdasarkan UU. Maka kalau Densus dibentuk dan fungsi penyidikan dan penuntutan satu atap maka Densus harus dibentuk melalui UU, bukan Perpres," kata Adery.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com