JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kantor Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kabupaten Konawe Utara. Penggeledahan tersebut terkait penyidikan kasus suap eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman.
"Tim sampai hari ini masih berada di sana melakukan penggeledahan mulai pukul 09.00 pagi tadi waktu setempat sampai pukul 17.00 sore di kantor Bapedalda Kabupaten Koawe Utara," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Febri mengatakan, dalam penggeledahan yang hanya dilakukan di satu lokasi itu, tim KPK menyita sejumlah dokumen, yang berkaitan dengan izin lingkungan hidup.
"Dari penggeledahan itu kita menyita sejumlah dokumen terkait aspek perizinan lingkungan hidup," ujar Febri.
(Baca: Melebihi Kasus E-KTP, Eks Bupati Konawe Utara Rugikan Negara Rp 2,7 Triliun)
Tim juga melakukan pemeriksaan terhadap enam orang saksi di sana. Menurut Febri, setelah tim kembali ke Jakarta, akan mulai dilakukan juga pemeriksaan saksi juga para tersangka.
Dalam kasus ini, KPK menduga terjadi kickback yang berhubungan dengan pemberian izin pertambangan di sana. Pemberian kickback tersebut diindikasikan dilakukan melalui orang dekat tersangka atau orang tertentu melalui transfer yang dilakukan berulang kali.
"Nanti akan kita sampaikan lebih lanjut setelah proses pemeriksaan selesai," ujar Febri.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Aswad diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara pada 2007-2014.
Kabupaten Konawe Utara merupakan wilayah pemekaran di Provinsi Sulawesi Tenggara. Konawe Utara memiliki potensi hasil tambang nikel, yang mayoritas dikelola oleh PT Antam. Pada 2007, Aswad diangkat menjadi penjabat Bupati Konawe Utara.
(Baca: Mantan Bupati Konawe Utara Diduga Terima Suap dari 8 Perusahaan Tambang)
Dalam keadaan pertambangan masih dikuasai PT Antam, Aswad menerima pengajuan permohonan kuasa pertambangan eksplorasi dari delapan perusahaan pertambangan.
Selanjutnya, Aswad secara sepihak juga diduga menerbitkan 30 SK kuasa pertambangan eksplorasi. Diduga, pada saat itu Aswad sudah menerima uang dari masing-masing perusahaan.
Dari seluruh kuasa pertambangan yang diterbitkan, menurut KPK, beberapa di antaranya telah diteruskan hingga tahap produksi dan melakukan penjualan ore nickle (ekspor) hingga tahun 2014.
Menurut KPK, indikasi kerugian negara Rp 2,7 triliun dihitung dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga perolehan izinnya melalui proses yang melawan hukum.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.