Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Takut Akom dan Fahri Marah, Pimpinan BPK Tak Ingin Opini DPR Turun

Kompas.com - 27/09/2017, 16:49 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Eddy Mulyadi Soepardi tak ingin Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendapat opini yang buruk atas laporan pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK.

Eddy khawatir opini negatif akan memancing reaksi Pimpinan DPR RI.

Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/9/2017). Eddy dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi saksi dua pejabat Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal yang didakwa menyuap auditor BPK.

Dalam persidangan, jaksa KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Eddy oleh penyidik KPK.

Dalam isi BAP, penyidik mengonfirmasi Eddy mengenai rekaman pembicaraanya dengan Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK. 

Baca: Auditor BPK Rekam Percakapan dengan Pimpinannya Selama 2,5 Tahun

"Ada lah depan DPR. Tetapi saya bilang jangan turun opininya, karena Akom (Ade Komarudin) bisa marah, Fahri marah. BKKBN opini WDP. DPD agak berat kalau untuk WDP. Saya meminta untuk DPR, MPR untuk WTP agar bisa amandemen," ujar jaksa KPK M Asri Irwan, saat membacakan kata-kata Eddy dalam BAP.

Asri kemudian melanjutkan membaca keterangan Eddy. Dalam BAP tersebut, Eddy menjelaskan bahwa permasalahan pokok DPD adalah kegiatan-kegaiatan yang tidak jelas dan tambahan honor kepegawaian.

Namun, temuan-temuan itu sudah dikomunikasikan kepada Sekretaris Jenderal DPD.

Menurut Eddy, dalam BAP, ada keterlambatan pemberian bukti pertanggungjawaban. Hal itu  terjadi pada DPD maupun DPR.

"Saya kalau melihat dari temuan DPD, DPR itu karena masalah pertanggungjawaban yang belum masuk. Jadi tidak ada hal yang material dan akhirnya menjelang itu, semua sudah masuk," kata Eddy kepada jaksa KPK.

Baca: Pimpinan BPK Akui Bertemu Menteri dan Irjen Kemendes Saat Masa Audit

Percakapan itu didapat KPK dari ponsel milik Rochmadi Saptogiri.

Eddy tidak mengetahui bahwa percakapannya melalui ponsel dengan Rochmadi selama 2,5 tahun direkam.

"Mungkin saya berseloroh karena memang saya tak tahu kalau itu direkam. Kalau tahu direkam, saat saya rapat mungkin saya tidak berseloroh panjang begitu, Pak Jaksa," kata Eddy.

Dalam kasus ini, Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo didakwa memberikan uang sebesar Rp 240 juta kepada Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK, dan Ali Sadli, selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK.

Uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Rochmadi menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.

Padahal, dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu, BPK menemukan temuan Rp 550 miliar yang tidak diyakini kebenarannya di Kemendes dan PDTT.

Temuan itu karena anggaran belum bisa dipertanggungjawabkan.

Kompas TV Menteri Desa Copot Sugito dari Posisi Irjen

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com