Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan BPK Mengaku Sering Di-'bully' Menteri-menteri PKB

Kompas.com - 27/09/2017, 14:44 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Eddy Mulyadi Soepardi mengaku sering di-bully oleh menteri-menteri yang berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Hal itu yang menyebabkan Eddy terpaksa meminta auditor BPK memberikan opini positif atas pemeriksaan laporan keuangan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Eddy dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi saksi dua terdakwa pejabat Kementerian Desa dan PDTT.

(baca: Auditor BPK Rekam Percakapan dengan Pimpinannya Selama 2,5 Tahun)

Dalam persidangan, jaksa KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Eddy oleh penyidik KPK.

Dalam isi BAP, penyidik mengonfirmasi Eddy mengenai rekaman pembicaraanya dengan Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK.

Berikut kata-kata Eddy dalam BAP yang dibacakan jaksa KPK, "Kemudian Rochmadi melaporkan mengenai Kemendes yang seharusnya opini turun menjadi WDP. Tapi saya minta Ali Sadli jangan menurunkan opini, karena ada moral obligation,".

"Moral obligation yang saya maksud adalah, saat saya masuk di BPK, saya banyak memberikan opini disclamer pada menteri yang berasal dari partai politik PKB, sehingga saya di-bully oleh menteri-menteri tersebut."

"Sehingga saya merenung, dan pada akhirnya Ali Sadli menyampaikan bahwa nilai aset antara Kemendes dan DJKN belum klir. Saya berpesan, untuk opini WDP ini jangan pernah menerima apapun,"

"Saya berulang kali menyatakan bahwa saya tidak ada utang budi dengan Menteri Desa Marwan Jafar."

(baca: Pimpinan BPK Akui Bertemu Menteri dan Irjen Kemendes Saat Masa Audit)

Jaksa KPK M Takdir Suhan kemudian menanyakan apa maksud kata-kata Eddy tersebut.

"Iya itu betul. Saya khawatir itu membabi buta, jadi saya kan jadi jelek. Tapi mohon maaf, saya berseloroh karena saya tidak tahu itu direkam," kata Eddy.

Dalam kasus ini, Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo didakwa memberikan uang sebesar Rp 240 juta kepada Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK, dan Ali Sadli, selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK.

Uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Rochmadi menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.

Padahal, dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu, BPK menemukan temuan Rp 550 miliar yang tidak diyakini kebenarannya di Kemendes dan PDTT. Temuan itu karena anggaran belum bisa dipertanggungjawabkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com