JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Eddy Mulyadi Soepardi mengakui pernah tiga kali bertemu dengan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Eko Putro Sandjojo dan Inspektur Jenderal Kemendes Sugito.
Salah satunya, pertemuan itu terjadi pada Mei 2017.
Waktu pertemuan itu bertepatan dengan masa audit atau pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.
Hal itu diakui Eddy saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/9/2017). Eddy bersaksi untuk dua terdakwa, yakni Irjen Kemendes Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Itjen Kemendes, Jarot Budi Prabowo.
"Staf Pak Menteri telepon sekretariat kami. Beliau ingin ketemu saya, karena mungkin tahu saya sudah dipindah jadi anggota VII," ujar Eddy kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca: Jaksa Cecar Mendes soal Uang Urunan untuk Suap Auditor BPK
Menurut Eddy, dalam pertemuan itu ia didampingi kepala auditorat, yakni Ali Sadli yang kini berstatus tersangka di KPK.
Sementara, Menteri Desa saat itu didampingi oleh Irjen Kemendes, Sugito, yang kini duduk sebagai terdakwa.
Menurut Eddy, dalam pertemuan selama 20 menit tersebut, tidak ada hal-hal berkaitan dengan audit keuangan yang dibicarakan.
Menurut dia, Menteri Eko hanya bercerita tentang kunjungan ke Lombok, NTT, dan bercerita soal budidaya jagung.
"Saya tidak bicarakan substansi pemeriksaan apalagi opini, karena saya belum dapat kesimpulan seluruh opini kementerian dan lembaga," kata Eddy.
Menurut Eddy, Sugito yang saat itu mendampingi Menteri Desa juga tidak berkata apa-apa terkait audit yang sedang dilakukan BPK.
Eddy mengatakan, saat itu ia hanya berinteraksi dengan Menteri Desa.
Baca: Sebelum OTT KPK, Menteri Desa Pernah Bertemu dengan Auditor BPK
Sebelumnya, Eddy mengaku beberapa kali bertemu dengan Menteri Eko. Pertama, pada saat Menteri Eko dilantik pada 2016.
Kemudian, pada saat keduanya bersama-sama menjadi narasumber di Majalengka, Jawa Barat.
Dalam kasus ini, Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo didakwa memberikan uang sebesar Rp 240 juta kepada Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK, dan Ali Sadli, selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK.
Uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Rochmadi menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.
Padahal, dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu, BPK menemukan temuan Rp 550 miliar yang tidak diyakini kebenarannya di Kemendes dan PDTT.
Temuan itu karena anggaran belum bisa dipertanggungjawabkan.