Masih pada tahun yang sama, Novanto mengarahkan Irman agar mengikuti perkembangan pembahasan anggaran e-KTP melalui Andi.
Padahal, Novanto tahu akan terjadi konflik kepentingan jika Andi sebagai pihak pelaksana proyek dilibatkan dalam pembahasan.
Novanto juga mempertemukan Andi dengan Ketua Komisi II saat itu, Chairuman Harahap. Pertemuan ditindaklanjuti Andi dengan bertemu di ruangan Chairuman agar pembahasan anggaran e-KTP berjalan lancar.
Andi kemudian memberi uang 1,2 juta dollar untuk anggota Komisi II melalui Sugiharto.
"Pemohon dengan menggunakan pengaruhnya sebagai ketua fraksi dengan pengaruhnya melibatkan pengusaha untuk melancarkan pembahasan anggaran," kata Setiadi.
Di samping itu, kata Setiadi, Novanto juga mengintervensi proses pengadaan barang dan jasa dengan menemui vendor yang diperkenalkan Andi. Ia turut menentukan jenis dan barang harga sehingga terjadi pemahalan harga dalam pengadaan.
(Baca juga: KPK Duga Novanto Gunakan Andi Narogong dalam Proyek E-KTP)
Novanto juga ditengarai punya konflik kepentingan dalam proyek e-KTP. Ia merupakan pemilik PT Murakabi Sejahtera, salah satu konsorsium pemenang lelang proyek e-KTP.
Novanto dan Andi juga pernah bertemu dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazarudin.
Dalam pertemuan itu, Anas minta realisasi commitment fee sebesar 35 persen dari keuntungan bersih. Novanto menyanggupinya dan menjanjikan 3 juta dollar AS.
"Sebagai kompensasi, pemohon Setya Novanto sepakat dengan Andi bahwa pemohon (Novanto) akan mendapatkan fee dari proyek. Pemohon juga pernah minta fee ke anggota konsorsium," kata Setiadi.
Fee tersebut bersumber dari keuangan negara yang seharusnya dialokasikan untuk proyek e-KTP. Oleh karena itu, Novanto dianggap turut serta melakukan perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian negara 2,3 triliun.
"Dapat disimpulkan terjadi kerjasama erat dan secara sadar antara pemohon (Novanto) dengan pelaku lain dalam penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP. Adanyanya kesatuan kehendak dan kesatuan perbuatan fisik yang mendukung satu sama lain dalam mewujudkan delik," kata Setiadi.