Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara: KPK Sewenang-wenang Cegah Novanto ke Luar Negeri

Kompas.com - 20/09/2017, 13:57 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap tak beralasan mengeluarkan permintaan cegah terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto.

KPK meminta pihak imigrasi untuk mencegah Novanto bepergian ke luar negeri pada April 2017.

"Apabila kewenangan termohon dalam pencegahan tidak dalam alasan yuridis, maka tindakan itu sewenang-wenang, berlebihan dan mengada-ada," ujar pengacara Novanto, Agus Trianto saat membacakan poin keberatan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/9/2017).

(baca: Setya Novanto Dicegah ke Luar Negeri)

Agus mengatakan, status Novanto saat itu masih saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP dengan tersangka Andi Narogong.

Menurut dia, belum ada bukti kuat mengenai keterlibatan Novanto dalam kasus itu.

Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dan penetapan Novanto tersangka baru dilakukan tiga bulan setelah dicegah.

"Tidak berdasarkan alasan objektif. Termohon (KPK) keliru mengeluarkan surat pencegahan mengingat statusnya masih saksi," kata Agus.

 

(baca: Pihak Setya Novanto Anggap Penetapan Tersangka oleh KPK Tak Punya Dasar Hukum)

Agus mengatakan, selama berstatus saksi, Novanto selalu kooperatif dengan proses hukum. Novanto meluangkan waktunya yang padat untuk memenuhi panggilan penyidik.

"Bahkan mendukung proses hukum yang berjalan. Maka tidak beralasan keluarkan surat pencegahan," kata Agus.

"Hal ini menunjukkan termohon menyalahgunakan kewenangan dengan menggunakan wewenangnya sebagai aparat penegak hukum," lanjut dia.

 

(baca: Soal Pemeriksaan, KPK Tunggu Kesehatan Setya Novanto Membaik)

Dalam kasus ini, Novanto diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.

Saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Kompas TV Setya Novanto masih harus melewati masa pemulihan setelah kemarin menjalani operasi jantung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Nasional
Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com