Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Angga Ariestya
Dosen

PhD candidate Institute of Communication Studies & Journalism, Charles University, Praha. Dosen Komunikasi Strategis Universitas Multimedia Nusantara.

Mempertanyakan Eksistensi Komunikasi Lingkungan di Indonesia

Kompas.com - 18/09/2017, 08:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Belum banyak khalayak yang tahu bahwa sudah banyak ranah studi komunikasi sektoral yang berkembang ke arah multidisplin ilmu lainnya, seperti komunikasi kesehatan, komunikasi pariwisata, komunikasi pembangunan, dan sebagainya.

Sementara itu, permasalahan lingkungan merupakan permasalahan dengan kompleksitas yang tinggi. Dalam menangani isu-isu lingkungan, tentu dibutuhkan komunikasi yang efektif agar pesan dari sebuah kampanye lingkungan dapat menggugah kesadaran khalayak sehingga fungsi komunikasi lingkungan perlu diaktifkan.

Komunikasi lingkungan merupakan bidang studi dalam keilmuan komunikasi. Studi ini pertama muncul di Amerika tahun 1980-an dari tradisi teori retorika. Komunikasi lingkungan merupakan studi yang mengkaji keterkaitan antara komunikasi dan human-nature relation.

Premis dasar dari studi ini adalah cara manusia berkomunikasi sangat memengaruhi persepsinya tentang hidup. Pada gilirannya, persepsi ini membantu membentuk bagaimana manusia mendefinisikan hubungannya dengan alam (Littlejohn & Foss, 2009: 344-346).

Dalam sebuah working paper berjudul "Environmental Communication Applying Communication Tools Towards Sustainable Development" disebutkan juga bahwa tujuan dari komunikasi lingkungan adalah merencanakan strategi melalui produk komunikasi dan media untuk mendukung pembuatan kebijakan yang efektif, mengajak partisipasi masyarakat, dan mengimplementasikan proyek-proyek kelestarian lingkungan (OECD, 1999: 9-11).

Berdasarkan konsep-konsep di atas, maka penulis mendapati dua fungsi utama komunikasi lingkungan, yaitu (1) fungsi strategis dan (2) fungsi teknis.

Dalam fungsi strategis, aktivitas utama dari komunikasi lingkungan adalah kampanye dan peningkatan kesadaran khalayak untuk peduli terhadap lingkungan.

Tujuannya mengajarkan, mengajak, dan mendorong pihak-pihak terkait (pemerintah, swasta, dan masyarakat) untuk berperan serta dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Caranya dengan menggiatkan kampanye-kampanye sosial terkait isu-isu lingkungan, melakukan penyuluhan, dan yang terpenting adalah meningkatkan hubungan pemerintah (government relation) dalam melakukan advokasi untuk mendorong suatu kebijakan yang pro terhadap isu lingkungan.

Fungsi selanjutnya adalah fungsi teknis yang dilakukan dalam rangka mengumpulkan, memublikasikan, dan menyebarkan informasi terkait dengan isu-isu lingkungan.

Tujuannya memberikan informasi kepada khalayak tentang permasalahan-permasalahan lingkungan. Bentuknya dapat berupa ragam bentuk publikasi, liputan media, tulisan di website, media sosial, dan sebagainya.

Melihat realitas kampanye lingkungan yang "nyala redup", ditambah kondisi kesadaran khalayak Indonesia dan komitmen pembuat kebijakan tentang isu lingkungan yang saat ini masih jauh dari kata tinggi, eksistensi komunikasi lingkungan dipertanyakan.

Berdasarkan pengalaman di lapangan dalam menjalankan program terkait perubahan iklim, ditemukan beberapa bias makna terhadap pemaknaan "pemanasan global".

Ada yang masih salah menafsirkan pemanasan global sebagai "memanaskan bersama-sama" bukan suhu bumi yang semakin tinggi akibat resapan karbon dan cadangan karbon dari hutan yang berkurang. Selain itu, isu perubahan iklim juga masih banyak dianggap fenomena alam biasa yang belum memberikan ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat.

Dalam konteks permasalahan pembangunan hijau dan perubahan iklim, ada empat permasalahan utama yang dihadapi praktisi komunikasi lingkungan saat ini.

Pertama, organisasi-organisasi non-profit, khususnya di bidang lingkungan, masih berfokus pada komunikasi lingkungan sebagai fungsi teknis sehingga peranan komunikasi masih terbatas pada tingkatan penyebaran informasi belum sampai pada fungsi strategis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com