Salin Artikel

Mempertanyakan Eksistensi Komunikasi Lingkungan di Indonesia

Akhir tahun 2016, pemerintah Indonesia telah menyerahkan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) kepada Secretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) sebagai bentuk komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri, dan 41 persen dengan dukungan internasional sampai dengan tahun 2030.

Komitmen pemerintah Indonesia tersebut telah dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Perubahan Iklim. Keluarnya UU No. 16/2016 ini mengisyaratkan penurunan emisi karbon adalah keniscayaan. Artinya, target penurunan tersebut harus tercapai.

Saat ini, pemerintah Indonesia tengah berjuang untuk mempertahankan agar kenaikan suhu di Indonesia tidak lebih dari 2 derajat Celcius. Banyak yang beranggapan bahwa sumbangsih transportasi dan industri adalah yang terbesar dalam menyebabkan polusi lingkungan dan gas rumah kaca sehingga kedua sektor itulah yang terus menjadi perhatian masyarakat untuk segera diatasi.

Padahal, sesuai penjelasan Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Henry Bastaman, ada lima sektor utama dalam mengurangi emisi karbon, yaitu energi, sampah, proses dan produksi industri, pertanian, dan kehutanan. Kontribusi penurunan emisi karbon yang paling banyak justru bisa didapatkan dari sektor lahan dan kehutanan, yaitu sebesar 17 persen.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Medrildzam pernah mengatakan bahwa isu perubahan iklim bukan hanya tentang isu lingkungan. Isu ini terkait erat dengan pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan negara-negara berkembang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Dilema sektor lahan dan kehutanan ketika menjadi tulang punggung pemenuhan target penurunan emisi adalah investasi dan pembangunan nasional ataupun daerah yang membutuhkan sektor lahan itu sendiri.

Kebutuhan lahan akan terus bertambah, sementara ketersediaan lahan akan statis. Ada waktunya ketersediaan lahan tidak lagi dapat menampung kebutuhan lahan yang semakin tinggi.

Oleh karena itu, perlu ada strategi kebijakan pembangunan nasional dan daerah yang memulai konsep pembangunan hijau. Tujuan dari konsep ini adalah pembangunan yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan walaupun pembangunan terus berlanjut.

Suatu daerah tidak mungkin berhenti membangun. Namun, dengan konsep pembangunan hijau, dampak peningkatan karbon yang ekstrim dari pembangunan dapat ditekan.

Sejauh ini, strategi perencanaan pembangunan hijau terus digiatkan oleh organisasi-organisasi non-profit (NGO) di bidang lingkungan agar dapat diarusutamakan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dan disinergikan dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).

Akan tetapi, proses pelaksanaannya tidaklah mudah. Pasalnya, isu lingkungan saat ini masih kalah populer dari isu-isu politik, hukum, ekonomi, dan sebagainya sehingga seringkali perencanaan tersebut hanya berakhir sebagai dokumen formal di meja para pembuat kebijakan.

Oleh karena itu, perencanaan pembangunan hijau di sektor lahan, selain memerlukan analisis spasial yang tepat, dibutuhkan juga komunikasi lingkungan yang berfungsi.

Fungsi komunikasi lingkungan

Komunikasi yang seringkali diketahui khalayak ramai di Indonesia saat ini adalah komunikasi korporasi, komunikasi pemasaran, ataupun komunikasi politik.

Belum banyak khalayak yang tahu bahwa sudah banyak ranah studi komunikasi sektoral yang berkembang ke arah multidisplin ilmu lainnya, seperti komunikasi kesehatan, komunikasi pariwisata, komunikasi pembangunan, dan sebagainya.

Sementara itu, permasalahan lingkungan merupakan permasalahan dengan kompleksitas yang tinggi. Dalam menangani isu-isu lingkungan, tentu dibutuhkan komunikasi yang efektif agar pesan dari sebuah kampanye lingkungan dapat menggugah kesadaran khalayak sehingga fungsi komunikasi lingkungan perlu diaktifkan.

Komunikasi lingkungan merupakan bidang studi dalam keilmuan komunikasi. Studi ini pertama muncul di Amerika tahun 1980-an dari tradisi teori retorika. Komunikasi lingkungan merupakan studi yang mengkaji keterkaitan antara komunikasi dan human-nature relation.

Premis dasar dari studi ini adalah cara manusia berkomunikasi sangat memengaruhi persepsinya tentang hidup. Pada gilirannya, persepsi ini membantu membentuk bagaimana manusia mendefinisikan hubungannya dengan alam (Littlejohn & Foss, 2009: 344-346).

Dalam sebuah working paper berjudul "Environmental Communication Applying Communication Tools Towards Sustainable Development" disebutkan juga bahwa tujuan dari komunikasi lingkungan adalah merencanakan strategi melalui produk komunikasi dan media untuk mendukung pembuatan kebijakan yang efektif, mengajak partisipasi masyarakat, dan mengimplementasikan proyek-proyek kelestarian lingkungan (OECD, 1999: 9-11).

Berdasarkan konsep-konsep di atas, maka penulis mendapati dua fungsi utama komunikasi lingkungan, yaitu (1) fungsi strategis dan (2) fungsi teknis.

Dalam fungsi strategis, aktivitas utama dari komunikasi lingkungan adalah kampanye dan peningkatan kesadaran khalayak untuk peduli terhadap lingkungan.

Tujuannya mengajarkan, mengajak, dan mendorong pihak-pihak terkait (pemerintah, swasta, dan masyarakat) untuk berperan serta dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Caranya dengan menggiatkan kampanye-kampanye sosial terkait isu-isu lingkungan, melakukan penyuluhan, dan yang terpenting adalah meningkatkan hubungan pemerintah (government relation) dalam melakukan advokasi untuk mendorong suatu kebijakan yang pro terhadap isu lingkungan.

Fungsi selanjutnya adalah fungsi teknis yang dilakukan dalam rangka mengumpulkan, memublikasikan, dan menyebarkan informasi terkait dengan isu-isu lingkungan.

Tujuannya memberikan informasi kepada khalayak tentang permasalahan-permasalahan lingkungan. Bentuknya dapat berupa ragam bentuk publikasi, liputan media, tulisan di website, media sosial, dan sebagainya.

Melihat realitas kampanye lingkungan yang "nyala redup", ditambah kondisi kesadaran khalayak Indonesia dan komitmen pembuat kebijakan tentang isu lingkungan yang saat ini masih jauh dari kata tinggi, eksistensi komunikasi lingkungan dipertanyakan.

Berdasarkan pengalaman di lapangan dalam menjalankan program terkait perubahan iklim, ditemukan beberapa bias makna terhadap pemaknaan "pemanasan global".

Ada yang masih salah menafsirkan pemanasan global sebagai "memanaskan bersama-sama" bukan suhu bumi yang semakin tinggi akibat resapan karbon dan cadangan karbon dari hutan yang berkurang. Selain itu, isu perubahan iklim juga masih banyak dianggap fenomena alam biasa yang belum memberikan ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat.

Dalam konteks permasalahan pembangunan hijau dan perubahan iklim, ada empat permasalahan utama yang dihadapi praktisi komunikasi lingkungan saat ini.

Pertama, organisasi-organisasi non-profit, khususnya di bidang lingkungan, masih berfokus pada komunikasi lingkungan sebagai fungsi teknis sehingga peranan komunikasi masih terbatas pada tingkatan penyebaran informasi belum sampai pada fungsi strategis.

Kedua, durasi waktu program yang terbatas (1-5 tahun). Jika strategi komunikasi pada organisasi profit berorientasi sama dengan tujuan organisasi yakni mengejar target revenue dan return of investment (RoI) secara berkelanjutan, sebaliknya strategi komunikasi pada organisasi non-profit bisa jadi memiliki orientasi berbeda dari tujuan program dalam waktu yang terbatas.

Ketiga adalah sumber daya manusia. Jika organisasi profit yang berkelanjutan memiliki bagian komunikasi yang terstruktur dan kompleks dengan definisi pekerjaan masing-masing yang terfokus, sebaliknya dalam organisasi non-profit tidak demikian.

Organisasi non-profit belum banyak yang memiliki bagian komunikasi yang terstruktur dan kompleks. Terkadang, satu orang karyawan melakukan seluruh pekerjaan yang ada di bagian komunikasi.

Yang keempat, anggaran yang terbatas. Para praktisi komunikasi lingkungan organisasi non-profit seringkali frustrasi dalam membuat strategi komunikasi secara berkelanjutan karena ketidakleluasaan dalam menentukan anggaran dan jumlah anggaran yang terbatas. Tidak seperti di organisasi profit yang memiliki kesinambungan anggaran.

Dari seluruh penjelasan singkat tersebut, maka dapat diargumentasikan bahwa fungsi komunikasi lingkungan di Indonesia masih minim. Tidak seperti komunikasi korporasi, komunikasi pemasaran, atau bahkan komunikasi politik yang telah jauh lebih berkembang.

Adalah sebuah tantangan besar bagi praktisi komunikasi, khususnya komunikasi lingkungan, menunjukkan eksistensinya dalam meningkatkan kesadaran khalayak untuk peduli lingkungan dan mendorong suksesnya program advokasi lingkungan.

Nah, sekaranglah waktunya Anda, para praktisi komunikasi, menjawab tantangan tersebut.

https://nasional.kompas.com/read/2017/09/18/08220681/mempertanyakan-eksistensi-komunikasi-lingkungan-di-indonesia

Terkini Lainnya

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke