JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia diminta untuk meningkatkan bantuan dan diplomasi ke tahap berikutnya terkait masalah yang menimpa etnis Rohingya.
Perwakilan Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), Dinna Wisnu menuturkan, perlu adanya upaya paralel untuk memberi solusi yang permanen.
"Yang kita lakukan saat ini belum cukup. Kita harus memikirkan solusi yang permanen," kata Dinna dalam acara diskusi di bilangan Matraman, Jakarta Timur, Kamis (14/9/2017).
Beban solusi tersebut, menurutnya, harus dipikirkan bersama-sama dan tak hanya menjadi beban Indonesia. Indonesia, kata dia, perlu memimpin inisiatif regional di kawasan ASEAN.
(Baca: Akhirnya, Aung San Suu Kyi Mau Bicara Soal Krisis Rohingya)
Dinna mencatat setidaknya ada empat alasan mengapa beban solusi tersebut bisa ditangani bersama dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Pertama, dinamika politik di masing-masing negara anggota ASEAN sudah terpengaruh, terutama pada negara-negara yang memiliki penduduk muslim.
Kedua, sudah jelas terbukti bahwa ada eksodus atau perpindahan warga negara yang menjadi korban, ke negara-negara tetangga dari Myanmar. Ketiga, Dinna menyampaikan, pelanggaran HAM berat sudah terjadi di Myanmar.
"Bentuknya pembiaran, kekerasan yang terus menerus kepada kelompok sipil dan kegagalan negara untuk melindungi," kata dia.
(Baca: Jokowi Melepas 34 Ton Bantuan Kemanusiaan untuk Rohingya)
Keempat, pelanggaran hak asasi manusia dinilai telah terjadi secara reguler dalam banyak bentuk. Mulai dari kekerasan terhadap perempuan dan anak, kekerasan seksual, perdagangan manusia, hingga hilangnya hak atas kehidupan yang layak.
Di samping itu, kejadian yang menimpa etnis Rohingya juga membuat negara di kawasan ASEAN terganggu ketentramannya karena banyak yang ingin ikut terlibat dan menyoroti masalah itu.
"Keempat alasan ini adalah alasan yang sangat kuat bagi kita untuk menganggap masalah di Rakhine bukan masalah Myanmar saja tapi masalah kita di ASEAN," tutur Dinna.