JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diminta menegur Jaksa Agung HM Prasetyo terkait pernyataannya agar fungsi penuntutan tindak pidana korupsi (tipikor) dikembalikan kepada korps Adhyaksa.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan, pernyataan Prasetyo itu tidak hanya mencerminkan sikap yang tidak etis, namun juga menunjukkan sikap pembangkangan terhadap Presiden Joko Widodo.
"Pernyataan Jaksa Agung merupakan insubordinasi sebagai pembantu Presiden, tidak etis dan tidak realistis," ujar Petrus melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (13/9/2017).
(baca: Kalau Jokowi Komitmen Perkuat KPK, Jaksa Agung Harus Dicopot)
Menurut dia, pernyataan Prasetyo bertentangan dengan komitmen Presiden untuk memperkuat KPK.
Tidak hanya itu, pernyataan Prasetyo secara tidak langsung dapat diartikan sejalan dengan semangat Pansus Hak Angket KPK di DPR RI yang dibaca publik sebagai langkah memperlemah KPK.
"Jaksa Agung bisa digeneralisasi sebagai kelompok yang berada di dalam barisan untuk bersama-sama Pansus Hak Angket KPK untuk memperlemah KPK," ujar Petrus.
(baca: Jokowi Dianggap Hanya Bicara, tapi Tak Bertindak Perkuat KPK)
Petrus menambahkan, seharusnya Prasetyo berkaca ke dalam sebelum melontarkan pernyataan seperti itu.
"Sebab selama 19 tahun reformasi, kejaksaan minim melahirkan prestasi besar dalam hal pemberantasan korupsi. Kejaksaan belum memperlihatkan niatnya untuk berbenah diri, mengubah pola kerja yang masih marak KKN-nya," ujar Petrus.
"Koruptor lebih memilih kasusnya ditangani kejaksaan daripada KPK. Karena di sanalah masih bisa terbuka ruang untuk mendapat SP3 dan Jaksa Agung menutup mata terhadap rendahnya prestasi," lanjut dia.
(baca: Pernyataan Jaksa Agung soal KPK Dinilai sebagai Aksi Politisi)
Petrus berharap Presiden memberikan teguran kepada Prasetyo atas pernyataannya itu.
Usulan Jaksa Agung tersebut sebelumnya disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR.
Menurut dia, Indonesia perlu berkaca pada pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura.
Ia mengatakan, meski kedua negara memiliki aparat penegak hukum khusus untuk memberantas korupsi, kewenangan penuntutan tetap berada pada kejaksaan.
"Baik KPK Singapura dan Malaysia terbatas pada fungsi penyelidikan dan penyidikan saja. Dan meskipun KPK Malaysia memiliki fungsi penuntutan tapi dalam melaksanakan kewenangan tersebut harus mendapat izin terlebih dahulu ke Jaksa Agung Malaysia," ujar Prasetyo.
(baca: Kejaksaan Sebut Pernyataan Jaksa Agung Tak Bermaksud Lemahkan KPK)
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mohammad Rum mengatakan, pernyataan Jaksa Agung tersebut tidak bermaksud mendiskreditkan KPK.
Rum mengatakan, saat itu Prasetyo hanya menanggapi pertanyaan dari anggota Komisi III. Namun, kata Rum, jawaban tersebut diartikan lain oleh sejumlah pihak.
"Itu dimaknai sementara pihak yang berseberangan, ingin melemahkan KPK. Justru aparat penegak hukum ini saling bersinergi, saling menghormati, saling mendukung. Tidak ada yang saling melemahkan," kata Rum.
Rum mengatakan, jika ada kelemahan pada aparat penegak hukum, maka harus diperbaiki. Kejaksaan Agung membuka diri jika ada masukan untuk memperbaiki kinerja internal.
Baca juga: Presiden, Jaksa Agung, dan Usulan Amputasi Kewenangan KPK...
Sesama penegak hukum, kata dia, tak punya kewenangan untuk melemahkan institusi lain.
"Bukan berarti mau ambil (kewenangan), minta ke Komisi IIII. Tidak," kata Rum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.