Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden, Jaksa Agung, dan Usulan Amputasi Kewenangan KPK...

Kompas.com - 12/09/2017, 14:12 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Perlu saya tegaskan bahwa saya tidak akan membiarkan KPK diperlemah. Oleh sebab itu, kita harus sama-sama menjaga KPK."

Begitu komentar Presiden Joko Widodo menyikapi usulan pembekuan KPK.

Usul itu dilontarkan anggota Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK, Henry Yosodiningrat. Ia adalah politisi PDI-P, parpol pendukung pemerintah.

Menurut Henry, dari hasil penyelidikan panitia angket, ada banyak hal di KPK yang harus dibenahi dan pembenahan ini butuh waktu lama.

"Maka, jika perlu, untuk sementara KPK distop dulu. Kembalikan (wewenang memberantas korupsi) kepada kepolisian dan Kejaksaan Agung dulu," kata Henry beberapa waktu lalu.

Setelah Jokowi menjawab rekan koalisinya itu, muncul lagi wacana pengurangan kewenangan KPK.

Lagi-lagi usul itu dilontarkan dari internal pemerintah. Tak tanggung-tanggung, wacana itu disampaikan Jaksa Agung HM Prasetyo.

Jaksa Agung menyarankan agar fungsi penuntutan tindak pidana korupsi (tipikor) dikembalikan kepada korps Adhyaksa.

Dengan kata lain, Prasetyo ingin tak ada kewenangan penuntutan di KPK.

Menurut Jaksa Agung, Indonesia perlu berkaca pada pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura.

Meski kedua negara memiliki aparat penegak hukum khusus untuk memberantas korupsi, kewenangan penuntutan tetap berada pada kejaksaan.

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK disebutkan bahwa KPK berwenang mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi.

Implementasi UU tersebut, yakni penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dilakukan "satu atap".

Kerja satu atap itu dinilai publik efektif dalam pemberantasan korupsi. Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan bekerja di Gedung KPK.

Ini berbeda dengan kerja Kepolisian dan Kejaksaan. Penyidikan yang dilakukan polisi harus melewati birokrasi di Kejaksaan.

Berkas perkara kerap bolak-balik antara penyidik dan jaksa hingga memakan waktu. Tak sedikit yang akhirnya perkara dihentikan lantaran dianggap tak cukup bukti untuk dilanjutkan ke pengadilan.

Polri juga melihat efektif kerja penyelidikan, penyidikan dan penuntutan satu atap. Sistem kerja seperti itu ingin diterapkan dalam Densus Tindak Pidana Korupsi yang hendak dibentuk Polri.

"Harapan kita seperti itu (satu atap). Yang kita harapkan sinergi dengan kejaksaan lebih baik seperti kita menangani dari awal sudah diketahui dan sudah disupervisi oleh jaksa. Sama-sama jalan dengan jaksa," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto beberapa waktu lalu.

Saat ini, kata Setyo, hubungan dengan kejaksaan sebatas pelimpahan berkas perkara dan bisa beberapa kali bolak balik untuk diperbaiki.

Sementara itu, jika penyidik dan jaksa penuntut umum berada satu atap, nantinya pemberkasan tidak perlu lagi bolak balik.

Jaksa, kata dia, bisa melakukan supervisi kasus dari awal sehingga proses pelimpahan juga bisa lebih cepat.

"Sehingga nanti akan lebih simpel, singkat dalam penanganan dan maju ke pengadilan," kata Setyo.

"Dengan Densus ini diharapkan kita bisa kerja sama, bersinergi dengan kejaksaan Agung membentuk semacam KPK," lanjut dia.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com