Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Anggap Pemohon Uji Materi Hak Angket Tak Memiliki Kedudukan Hukum

Kompas.com - 21/08/2017, 20:12 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI menilai, seseorang yang tidak ada kaitannya atau tidak terkena dampak atas berlakunya suatu undang-undang, tidak dapat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Hal ini disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani dalam sidang uji materi terkait hak angket DPR yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (21/8/2017).

Arsul mewakili DPR sebagai pembentuk undang-undang.

"Dalam asas hukum dikenal ketentuan umum hukum bahwa tiada kepentingan, maka tiada gugatan," kata Arsul.

DPR menilai bahwa pemohon uji materi dengan nomor perkara 36/PUU-XV/2017 dan 37/PUU-XV/2017 tidak bisa menjelaskan secara detil keterkaitan logika perihal adanya kerugian hak konstitusional atas berlakunya aturan terkait hak angket bagi DPR yang diatur dalam Pasal 79 Ayat 3 UU MD3, khususnya terkait pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terhadap KPK.

"Perkara nomor perkara 36 dan 37 secara keseluruhan tidak memiliki legal standing karena tidak mengonstruksikan secara jelas adanya kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional atas berlakunya pasal aquo," kata politisi PPP tersebut.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto, sebagai perwakilan pemerintah yang juga bagian dari pembuatan undang-undang, mengatakan, tidak semua warga negara bisa mengajukan uji materi ke MK meski menyebut adanya kerugian hak konstitusional.

Pemohon uji materi harus memiliki kedudukan hukum yang kuat.

"Tidak setiap warga negara Indonesia dapat begitu saja menyatakan mempunyai kepentingan dengan mengatasnamakan kepentingan KPK. Setiap warga negara Indonesia yang mengatasnamakan kepentingan KPK perlu memenuhi persyaratan kedudukan hukum atau legal standing sebagai dasar hukum yang dapat digunakan untuk mewakili dan bertindak atas nama kepentingan KPK," kata Widodo.  

Ia juga meminta MK menolak permohonan pemohon.

"Atau setidak-tidaknya menyatakan pengujian pemohon tidak dapat diterima," kata Widodo.

Pemohon nomor perkara 36/PUU-XV/2017 adalah gabungan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum yang menamakan dirinya sebagai Forum Kajian Hukum dan Konstitusi.

Mereka merasa pembentukan Pansus Hak Angket terhadap KPK merugikan haknya sebagai warga negara.

Sebab, KPK sebagai lembaga yang bertugas memberantas korupsi sedang dilemahkan.

Pelemahan terhadap KPK akan berdampak melemahkan pengawasan dan memperkecil pengembalian keuangan negara sebagai sumber APBN.

Padahal, sedianya secara maksimal keuangan negara digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Pemohon meminta MK menegaskan secara eksplisit bahwa hak angket hanya ditujukan terhadap pemerintah.

Sementara, pemohon dengan nomor perkara 37/PUU-XV/2017 adalah Direktur Eksekutif Lira Institute, Horas AM Naiborhu menilai, ketentuan Pasal 79 Ayat 3 UU MD3 yang mengatur tentang hak angket menimbulkan multitafsir yang berpotensi menimbulkan kegaduhan politik.

Pemohon menilai, kegaduhan tersebut merugikan hak konstitusionalnya. Pemohon meminta MK menyatakan penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara hukum.

Kompas TV Pengkajian panitia angket terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi masih berlanjut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com