"Miko menuduh beberapa hal, seperti dirinya dilarang bersosialisasi dengan warga sekitar selama di sana, diberi jatah dengan diantarkan makanan setiap harinya dan dilarang membeli makan di luar," tulis ICJR.
(Baca: Pengakuan Miko Selama Berada di "Safe House KPK" di Depok)
Hal-hal ini, lanjut ICJR, harus didudukkan kembali, sehingga tidak ada kekacauan dan tuduhan-tuduhan yang kurang tepat atas penggunaan rumah aman, baik di KPK maupun di berbagai lembaga lainnya seperti LPSK.
Berkaca pada syarat dan model perlindungan saksi, ICJR menyatakan memang tidak gampang memberikan perlindungan dalam rumah aman ini. Karena begitu ketatnya syarat-syarat, maka umumnya tidak banyak juga saksi yang bersedia masuk dalam perlindungan rumah aman dan beralih ke model perlindungan lainnya.
Di samping itu karena tata tertib di rumah aman yang umumnya lebih ketat, maka pasti akan ada konsekuensi pengekangan kebebasan secara terbatas. Hal ini demi kepentingan keamanan saksi atau keluarganya.
Oleh karena itu, menurut ICJR dalam kasus KPK, pernyataan rumah aman KPK sebagai tempat penyekapan tidak tepat.
"Menurut ICJR dalam kasus KPK, pernyataan-pernyataan yang menyatakan bahwa saksi tidak bebas bergerak dan dikekang yang kemudian disimpulkan seakan akan rumah aman adalah tempat penyekapan menjadi sulit diterima," tulis ICJR.
Hal ini karena dalam penggunaan rumah aman, jika berkaca dalam peraturan dan praktik di LPSK, justru saksi atau korban itu sendiri lah yang sepakat masuk ke dalam safe house.
Hal itu dibakukan dalam perjanjian perlindungan dan penandatangan kesepakatan tata tertib dalam rumah aman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.