Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait Gugatan Hak Angket KPK, MK Diminta Keluarkan Putusan Provisi

Kompas.com - 15/08/2017, 14:51 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diminta mengeluarkan putusan provisi atas gugatan uji materi soal hak angket yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Hal ini disampaikan Muhamad Isnur, salah satu pemohon uji materi yang tergabung dalam "Tim Advokasi Selamatkan KPK dari Angket DPR", pada sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi, di Jakarta Selasa (15/8/2017).

Isnur menyampaikan urgensi dari dimohonkannya putusan provisi ini. Pertama, pihaknya menilai ada konflik kepentingan dari pelaksanaan hak angket KPK ini.

Kemudian ada tumpang tindih kewenangan yang dilakukan DPR dalam beberapa tindakan mereka dalam kasus angket ini.

"Juga kami melihat terjadi obstruction of justice (mengganggu proses hukum). DPR membuka yang seharusnya rahasia dalam tindakan hukum, ke publik," kata Isnur, di ruang sidang MK, Selasa siang.

Tim Advokasi menilai bahwa dibukanya saksi dalam kasus kejahatan terorganisir, yang diungkap dalam hak angket KPK ini, bisa membahayakan.

Kegiatan Pansus Angket KPK yang mengunjungi Lapas Sukamiskin untuk menemui narapidana di sana juga dinilai tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Menurut kami, jika dibiarkan membuat KPK akan terganggu. Dan implikasinya tentu berdampak buruk ke preseden hak angket DPR," ujar Isnur.

(Baca juga: Waketum Gerindra: Pansus Lebih Dominan Mencari-cari Kesalahan KPK)

Sebab, Tim Advokasi berargumen bahwa ke depannya DPR bisa menggunakan hak angket untuk menyelidiki lembaga negara yang bukan bagian dari eksekutif. DPR bahkan dikhawatirkan mengintervensi suatu proses hukum yang sedang berjalan.

Dalam Pasal 79 UU MD3, lanjut Isnur, dijelaskan bahwa DPR berwenang melakukan hak angket untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang penting dan strategis.

Pemerintah yang dimaksud adalah presiden, wakil presiden, menteri, panglima TNI, kapolri, jaksa agung, atau pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian. Sedangkan KPK, lanjut Isnur, merupakan lembaga negara yang bersifat independen.

(Baca juga: Soal Pemanggilan oleh Pansus Angket, Ketua KPK Tunggu Putusan MK)

Karena itu, dalam pokok perkara, Tim Advokasi meminta agar majelis hakim MK mengabulkan provisi mereka.

"Dalam pokok perkara kami mohon majelis mengabulkan permohonan provisi pemohon," ujar Isnur.

Tim Advokasi memohon hakim dapat menunda berlakunya pelaksanaan Pasal 79 Ayat 1(b) dan Pasal 79 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.

"Khususnya hak angket DPR ke Lembaga KPK," ujar Isnur.

Kompas TV Dukungan terhadap KPK  terus bergulir. Sejumlah pemuda melakukan aksi dukungan terhadap institusi pemberantasan korupsi di Bundaran Hotel Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com