Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti DPR Menggenjot Kinerja Legislasi...

Kompas.com - 02/08/2017, 08:25 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

Segala aspirasi dari masyarakat juga akan terus diserap. Misalnya aspirasi dan kritik soal masih banyaknya kunjungan luar negeri yang berimbas pada redahnya kinerja pembahasan produk legislasi.

Kritik tersebut, menurut Taufik, dapat menjadi masukan saat kelak dilakukan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Kami tidak menafikan masukan, aspirasi dari publik untuk bagaimana agar efisiensi pelaksanaan kunker luar negeri lebih efektif lagi," ucap politisi PAN itu.

(Baca juga: DPR Bentuk Panja Prolegnas Prioritas 2017)

Susun prioritas dari prioritas

Peneliti Formappi, Lucius Karus menuturkan, meski pembahasan RUU dilakukan oleh DPR bersama dengan pemerintah, namun tak berarti DPR bisa ikut menyalahkan pemerintah atas rendahnya kinerja legislasi.

Sebab, DPR merupakan pemegang kendali dalam mengatur proses pembahasan.

Persoalannya, kata dia, DPR kerap menyusun prolegnas prioritas dalam jumlah yang bombastis. Itulah mengapa dalam satu tahun kerja kerap masih tersisa banyak RUU yang belum terselesaikan.

Di samping itu, Lucius menilai DPR juga kerap mengabaikan syarat soal ketersediaan naskah akademik yang seharusnya sudah tersedia ketika RUU diusulkan dalam prolegnas prioritas.

Hal itu membuat proses pembahasan menjadj tersedot pada proses pembuatan naskah akademik dan penyusunan draf awal.

"Mestinya paket pengusulan sebuah RUU sebelum diakomodasi dalam daftar prolegnas harus sudah menyertakan minimal naskah akademik. Sehingga fokus pembahasan langsung pada penyusunan draf RUU dan pembahasan DIM (daftar inventarisasi masalah)," tuturnya.

(Baca juga: Formappi: Capaian Kinerja Legislasi Belum Gambarkan Totalitas Kerja DPR)

Lucius menambahkan, perlu juga ada pembicaraan ulang mengenai manajemen pembahasan RUU. DPR seharusnya fokus pada isu-isu utama, tak menghabiskan waktu membahas kata demi kata dan pasal demi pasal.

Adapun pembahasan per pasal dan per kata menurutnya dapat diserahkan kepada Badan Keahlian.

"Terkadang rapat pembahasan RUU menjadi bertele-tele karena DPR membahas sampai hal-hal teknis dan berdebat lama pada hal-hal seperti itu," ucap Lucius.

Tahun ketiga seharusnya menjadi puncak kinerja DPR. Hal itu dalam asumsi, dua tahun awal merupakan penyesuaian sedangkan dua tahun akhir para anggota dewan sudah sibuk dengan persiapan pemilu. Namun, hal ini tak terjadi. Lucius pun mengaku pesimistis.

"Jika di tahun puncak saja mereka mandul, bagaimana berharap masih ada capaian luar biasa di dua tahun terakhir jabatan mereka?" kata dia.

Ke depannya, ia menyarankan agar DPR tak lagi menambahkan RUU prioritas baru di 2018 nanti melainkan mengunventarisasi RUU mana yang sudah masuk daftar prolegnas prioritas namun belum dituntaskan.

Pemerintah, kata dia, juga harus ikut bertanggung jawab memastikan RUU yang mereka usulkan segera dibahas. Hal itu juga agar pemerintah tak dituding justru memperlambat proses pembahasan RUU.

"Mereka harus proaktif untuk mengimbangi DPR dalam pembahasan RUU. Jangan sampai pemerintah juga terjebak karena kepentingan politik tertentu hingga ikut-ikutan membuat proses pembahasan RUU menjadi alot," ucap Lucius.

Kompas TV DPR RI Sahkan Undang-Undang Pemilu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com