JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menganggap usulan anggota Panitia Khusus Hak Angket KPK, Mukhamad Misbakhun, untuk membekukan anggaran Polri dan KPK hanya gertak sambal.
Misbakhun dianggap mempertontonkan gaya premanisme yang mengancam jika KPK dan Polri tetap enggan menghadirkan mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani ke rapat Pansus.
"Gertakan segelintir oknum Pansus itu tak lebih sebagai gertakan sambal, tapi gertakan itu lebih menunjukkan oknum-oknum itu hanya mempertontonkan arogansinya ketimbang memikirkan nasib rakyat dan bangsa," ujar Neta melalui keterangan tertulis, Rabu (21/6/2017).
"Mentang-mentang merasa punya kuasa dalam hal anggaran, mereka berlaku seenaknya ketika keinginannya tidak dituruti," lanjut dia.
(baca: Misbakhun Minta Anggaran Polri dan KPK Ditahan)
Neta mengatakan, semestinya anggota Pansus Angket memahami dulu aspek hukum dalam Undang-Undang MD3.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya menyebut bahwa Polri tidak bisa membawa paksa Miryam karena dasar hukumnya tidak jelas.
Bagi Polri, upaya menghadirkan paksa sama saja dengan penangkapan yang prosesnya harus pro justicia.
"IPW berharap jajaran Polri tidak terpengaruh dengan gertak sambal segelintir oknum di Pansus yang hendak menyandera anggaran Kepolisian itu," kata Neta.
(baca: Kapolri Tak Akan Bawa Miryam ke Pansus Angket KPK, Ini Alasannya)
Polri, kata Neta, harus mengabaikan usulan Misbakhun yang dianggap hanya menakut-nakuti.
Kepolisian diminta tetap memegang prinsipnya sejak awal agar tidak bertentangan dengan undang-undang.
Dengan demikian, Polri bisa lebih fokus menjaga keamanan menjelang Lebaran.
Neta yakin dukungan masyarakat akan selalu menyertai Polri dan KPK meski anggarannya terancam ditahan.
"Sebagian oknum DPR disebut sebut terlibat kasus korupsi e-KTP sehingga warna kepentingan untuk mengamankan kelompok maupun pribadi lebih terasa menonjol," kata dia.