JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, yang kini menjadi UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, mengatur bahwa negara ikut membiayai partai politik.
Seusai Pemilu Legislatif 2014, negara memberikan bantuan keuangan sebesar Rp 13,17 miliar untuk semua parpol yang lolos ke DPR. Jumlah bantuan tersebut dipandang masih sangat jauh dari mencukupi oleh parpol.
Kesulitan partai politik untuk membiayai kegiatan partainya sendiri dinilai menjadi penyebab banyaknya uang korupsi yang mengalir ke rekening partai.
Sejumlah kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan hal tersebut.
Pembiayaan dari korupsi
Salah satu sosok yang sering mendapat sorotan atas dugaan aliran dana hasil tindak pidana korupsi ke aktivitas partai politik adalah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Nazaruddin mengaku telah menyerahkan bukti aliran dana proyek Hambalang kepada KPK. Dana itu digunakan untuk membiayai pemenangan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum pada Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.
Hal ini diungkap Nazaruddin seusai diperiksa selama sekitar delapan jam sebagai saksi kasus dugaan korupsi Hambalang, pada 4 Desember 2012 silam.
Menurut Nazaruddin, uang yang dibagi-bagikan kepada DPC Partai Demokrat tersebut dibungkus dalam amplop dan isinya sekitar 5.000-10.000 dollar AS.
(Baca juga: Rekam Jejak Anas Urbaningrum di Skandal Hambalang)
Kasus lainnya adalah korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Nazaruddin menyebut uang korupsi dalam proyek e-KTP juga dinikmati Anas Urbaningrum. Salah satunya untuk biaya pemenangan Anas dalam kongres pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat 2010.
Awalnya, Anas disebut meminta uang pada pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebesar Rp 500 miliar. Namun, pada saat itu Andi baru memberikan Rp 20 miliar.
(Baca: Anas Urbaningrum Disebut Minta Rp 20 Miliar ke Andi Narogong untuk Biaya Kongres)
Menurut jaksa, sebagian uang dalam proyek e-KTP tersebut digunakan Anas untuk membayar biaya akomodasi Kongres Partai Demokrat di Bandung.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK dalam kasus e-KTP, Andi Narogong juga disebut akan menggunakan uang Rp 520 miliar untuk dibagi-bagikan ke sejumlah partai politik.
Rencananya, Partai Golkar dan Demokrat masing-masing mendapatkan Rp 150 miliar, PDI Perjuangan mendapatkan Rp 80 miliar, serta partai-partai lainnya sebesar Rp 80 miliar.
(Baca: Uang Proyek e-KTP Disebut Akan Mengalir ke Sejumlah Partai)
Uang tersebut sengaja ingin dibagikan kepada anggota partai yang ada di DPR untuk meloloskan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun.
Kasus korupsi lain yang diduga terkait aliran dana ke aktivitas partai politik adalah yang melibatkan politisi PDI Perjuangan Adriansyah.
Anggota Fraksi PDI-P itu divonis 3 tahun penjara setelah terbukti menerima gratifikasi dari bos PT Mitra Maju Sukses, Andrew Hidayat, untuk memuluskan izin usaha tambang di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
Mantan Bupati Tanah Laut itu mengaku meminta bantuan kepada Manajer Marketing PT MMS Andrew Hidayat, untuk menambah biaya kongres PDI Perjuangan di Bali, 9 April 2015 lalu.
Adriansyah mengaku meminta uang sebesar 44.000 dollar Singapura dan Rp 57,36 juta kepada Andrew.
Adriansyah mengatakan, perannya dalam kongres PDI-P adalah peninjau. Ia meminta bantuan uang kepada Andrew untuk menambah biaya operasional kongres sejak sebulan sebelum pelaksanaan.
(Baca: Adriansyah Mengaku Minta Uang ke Bos MMS untuk Kongres PDI-P)
Selain itu, dalam surat dakwaan jaksa KPK, uang suap yang diterima anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P, Damayanti Wisnu Putranti, diketahui digunakan untuk biaya kampanye PDI-P.
Damayanti didakwa menerima suap dari pengusaha terkait pengusulan program aspirasi di Maluku.
Contoh lain terungkap dalam persidangan terhadap mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Menurut jaksa, sejumlah uang yang diterima sebagai keuntungan pihak swasta juga mengalir ke rekening pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN).
Tak hanya itu, berdasarkan fakta persidangan, aliran uang yang diterima sebagai keuntungan dari perusahaan pelaksana proyek pengadaan alat kesehatan di Kemenkes juga mengalir ke rekening pendiri PAN Amien Rais. Total uang yang diterima Amien sebesar Rp 600 juta.
(Baca: Jaksa Sebut Uang Kasus Korupsi Siti Fadilah Mengalir ke Rekening Amien Rais)
Pembenahan soal Pendanaan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Deputi Bidang Pencegahan KPK dalam beberapa tahun terakhir, terutama 2016, telah membuat kajian tentang penambahan pendanaan partai politik dari pemerintah.
Hal itu dilakukan agar ke depannya ada alokasi dana yang lebih rasional untuk partai politik dalam membiayai setiap kegiatan.
"Diharapkan ini dapat meminimalisir kebutuhan pencarian dana yang berisiko pencariannya dari sumber-sumber lain yang sulit dipertanggungjawabkan," ujar Febri kepada Kompas.com, Sabtu (10/6/2017).
Meski demikian, menurut Febri, peningkatan pendanaan yang lebih rasional tersebut perlu diikuti beberapa persyaratan yang harus dijalankan partai politik.
Misalnya, pertanggungjawaban berupa pelaporan yang menjunjung akubtabilitas. Kemudian, ada kewajiban untuk standar biaya, keterbukaan dan beberapa aturan yang perlu dibenahi.
Selain itu, menurut Febri, harus ada tindakan yang dilakukan partai untuk pembenahan secara internal. Misalnya, memperkuat kode etik dan memperketat pemberian sanksi. Kemudian memperbaiki sistem kaderisasi di internal partai.
"Karena memang petinggi parpol yang dipilih, haruslah berdasarkan proses tertentu, bukan karena penguasaan modal atau penguasaan atas hal tertentu yang tidak demokratis," kata Febri.
Adriansyah Mengaku Minta Uang ke Bos MMS untuk Kongres PDI-P
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.