Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyalahgunaan Impor PT Garam Rugikan Negara Rp 3,5 Miliar

Kompas.com - 11/06/2017, 12:57 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal Polri menangkap Direktur Utama PT Garam (Persero), Achmad Boediono kemarin Sabtu (10/6/2017).

Achmad Boediono disangka melanggar Pasal 62 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan melanggar Pasal 3 atau Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya menjelaskan, Achmad Boediono berperan pada tindakan penyalahgunaan impor garam, yang seharusnya impor garam konsumsi, namun realisasinya menjadi garam industri.

Tindakan tersebut menyebabkan kerugian negara, salah satunya dilihat dari hilangnya potensi penerimaan bea masuk importasi.

Mengacu PMK Nomor 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, maka importasi garam konsumsi dikenakan Bea Masuk (BM) sebesar 10 persen dari nilai importasi.

"Kerugian negara, kami merumuskan setidaknya atas tidak dibayarkannya BM 10 persen, maka ada Rp 3,5 miliar yang tidak dibayarkan yang bersangkutan (ke negara)," kata Agung di Mabes Polri, Jakarta, Minggu (11/6/2017).

Agung mengatakan, berdasarkan penugasan pemerintah, PT Garam pada tahun ini akan melakukan importasi garam konsumsi sebesar 226.000 ton.

(Baca: Bareskrim Tangkap Dirut PT Garam Terkait Dugaan Penyalahgunaan Izin Impor)

Pada tahap pertama, PT Garam merealisasikan sebanyak 75.000 ton, yang dilakukan pada bulan April 2017. Proses pengadaan diikuti oleh delapan perusahaan terdiri dari enam perusahaan asal India dan dua perusahaan asal Australia.

Surat persetujuan impor (SPI) yang dikeluarkan Kementerian Pedagangan sebelumnya, sesuai penugasan kepada PT Garam, yaitu untuk garam konsumsi. SPI yang sudah dikeluarkan itu yaitu SPI Nomor 42 dan SPI Nomor 43.

Ternyata, pemenang lelang yaitu satu perusahaan dari India dan satu perusahaan dari Australia, keduanya adalah pemilik garam industri. Sehingga PT Garam tidak bisa merealisasikan kedua SPI, lantaran izin impor (garam konsumsi) dan barang yang akan diimpor (garam industri) berbeda.

Akhirnya PT Garam meminta perubahan Harmonized System (HS) Code menjadi garam industri, dan dikeluarkanlah SPI Nomor 45.

Terkait dengan pihak administrator yang mengeluarkan rekomendasi yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta SPI yaitu Kementerian Perdagangan, Agung mengatakan pihaknya terus melalukan pemeriksaan.

"Kami akan dalami karena proses pengadaan ini juga kami duga ada penyimpangan," kata dia.

Dari sebanyak 75.000 ton garam industri yang sudah masuk, sebanyak 1.000 ton sudah dikemas sendiri oleh PT Garam sebagai garam konsumsi. Sedangkan sebanyak 74.000 ton lainnya dipindahtangankan kepada 35 perusahaan garam konsumsi lokal.

"Kami melihat bahwa PT Garam ini sudah menerima uang hasil penjualan Rp 71 miliar totalnya. Tetapi, kami akan melakukan pendalaman," kata Agung.

Agung menambahkan, harga asli garam industri yang diimpor PT Garam sekitar Rp 400 per kilogram. PT Garam menjual kepada 35 perusahaan tersebut dengan harga Rp 1.200 per kg, sehingga ada disparitas harga yang sangat tinggi dan merugikan konsumen.

Kompas TV 5 Varian Garam Terinspirasi dari Air Mata Manusia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com