Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembubaran Partai

Kompas.com - 20/03/2017, 16:47 WIB

Proyek pengadaan dan penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan—yang dikenal dengan KTP elektronik (KTP-el)—menjadi bancakan. Surat dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut puluhan nama anggota DPR sebagai penikmat duit korupsi proyek.

Uang haram juga diduga mengalir ke partai. Misalnya, ada dana sekitar 5,5 juta dollar AS diserahkan kepada Anas Urbaningrum yang kemudian digunakan untuk membayar akomodasi Kongres Partai Demokrat di Bandung.

Tampaknya tak hanya Partai Demokrat, partai lain pun menerima gelontoran anggaran pengerjaan KTP-el. Elite partai yang korupsi mengundang sejumlah reaksi. Banyak pendapat meminta supaya partai—tempat anggota atau petingginya terjerat korupsi—dibubarkan.

Inisiatif pembubaran

Partai politik (parpol) diatur dengan UU Nomor 2 Tahun 2008 jo UU Nomor 2 Tahun 2011. Undang-undang mengatur pembubaran partai dapat dilakukan hanya melalui dua inisiatif.

Pertama, inisiatif internal. Keinginan membubarkan berasal dari dalam partai sendiri. Bentuknya bisa berupa keputusan internal partai untuk membubarkan diri atau menggabungkan diri ke partai lain.

Kedua, inisiatif eksternal. Partai dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasan pembubaran partai melalui MK bersifat limitatif. Ketentuannya terdapat dalam Pasal 40 Ayat 2 dan Pasal 40 Ayat 5. Partai dilarang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, partai juga tidak diperbolehkan menggelar kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan NKRI.

Selanjutnya, partai dilarang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan paham komunisme/marxisme-leninisme. Limitasi larangan inilah yang—menurut bahasa undang-undang— menjadi batasan/alasan untuk membubarkan partai tanpa inisiatifnya sendiri.

Sepertinya musabab limitasi dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 sedikit belajar dari sejarah pembubaran partai yang pernah ada di Indonesia.

Jimly Asshiddiqie dalam karyanya, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi (2005), misalnya, merangkum sejarah pembubaran Indische Partij (IP), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI).

IP yang didirikan Douwes Dekker pada 1912 dibubarkan pemerintah kolonial Belanda pada 1913. Kritik keras IP terhadap program politik etis menyulut kemarahan Belanda yang berujung pada pembubaran IP.

PKI dibubarkan akibat pemberontakan yang dilakukannya pada 1926 di Jawa dan pada 1927 di Sumatera. Adapun PNI dibubarkan karena sikap konfrontatif Soekarno, ketuanya, kepada pemerintah kolonial.

Alasan pembubaran IP, PKI, dan PNI punya kemiripan, yakni posisi ketiganya vis a vis dengan pemerintah. Paham komunisme/ marxisme dan leninisme yang menjadi dasar pembubaran partai—dari luar inisiatif partai—dianggap berlawanan dengan Pancasila, ideologi yang dianut pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com