Teknisnya, ditambahkan satu ketentuan, yakni Huruf c, bahwa kejahatan khusus dilarang dilakukan oleh partai politik.
Konsekuensi dari perubahan Pasal 40 Ayat 2 adalah Pasal 48 harus diubah. Alasan kejahatan khusus tidak menimbulkan penjeraan yang berjenjang, tetapi langsung.
Jika ada partai yang korupsi atau terlibat dalam aksi teror, sanksinya bukanlah pembekuan, melainkan langsung pembubaran.
Oleh karena itu, harus disusun satu ayat antara Ayat 3 dan Ayat 4 dalam Pasal 48, yaitu Ayat 3a yang berisi sanksi pembubaran partai karena korupsi—atau terlibat kejahatan khusus lain.
Jika amandemen UU dirasa memakan waktu yang cukup lama, jalan keluar selanjutnya adalah memohon tafsir ke MK atas makna frasa ”peraturan perundang-undangan” yang tercantum dalam Pasal 40 Ayat 2 Huruf a.
Frasa tersebut wajib diartikan juga dengan semua peraturan perundang-undangan, bukan hanya peraturan perundang-undangan dalam lingkup pengaturan tentang partai.
Konsekuensi legis dan logisnya adalah Pasal 48 Ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2008 wajib dianggap inkonstitusional (conditionally unconstitutional) apabila dimaknai juga untuk kejahatan khusus.
Dengan demikian, jerat hukum pembubaran partai politik yang korupsi akan menjadi nyata dan bukan lagi pura-pura.
Hifdzil Alim, Pengamat Hukum dan Peneliti di Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Pembubaran Partai".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.