JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Advokasi Hak Sipil dan Politik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Arif Nur Fikri mengatakan, investigasi Komnas HAM terhadap kematian Asep Sunandar dapat diperluas.
Asep merupakan warga Cianjur yang ditembak mati beberapa waktu lalu oleh kepolisian karena diduga melakukan penganiayaan berat.
Sejumlah pihak menilai ada kejanggalan dari kasus penangkapan hingga kematian Asep.
Arif mengatakan, investigasi Komnas HAM dapat menelusuri asal-usul uang yang ingin diberikan kepada keluarga Asep.
"Kasus kekerasan penegak hukum bukan hanya sekali dua kali. Juga uang yang akan diberikan kepada keluarga. Komnas dapat memulai dari hal itu," kata Arif di Komnas HAM, Jakarta, Senin (10/10/2016).
Arif menyebutkan, saat hendak menyalatkan Asep, keluarga diminta menandatangani surat pernyataan dan langsung diberi uang Rp 5 juta.
Salah satu oknum polisi, kata dia, meminta keluarga untuk tidak mengusut lebih jauh kematian Asep.
(Baca: Keluarga Asep Sunandar Laporkan Dugaan Penganiayaan ke Komnas HAM)
Saat melaporkan ke Komnas HAM, pihak keluarga, adik Asep juga menyebut adanya pesan singkat berupa penawaran uang dari Rp 50-100 juta.
Arif juga mempertanyakan kompetensi penyidik Polres Cianjur. Saat menangkap Asep, tidak ada surat penangkapan yang dibawa oleh penyidik.
"Modal pengakuan yang didahulukan daripada bukti," ujar Arif.
Ia berharap, Komnas HAM tidak hanya menempuh jalur admistrasi untuk meminta klarifikasi Polri.
Komnas HAM harus melaporkan setiap setiap laporan kekerasan yang diduga dilakukan oknum kepolisian.
"Kami mau Komnas HAM bisa lebih berkreasi bagaiamana lakukan advokasi tindak lanjut laporan penyiksaan. Tidak hanya meminta keterangan dari pihak keluarga dan mengklarifikasi dari kepolisian," ujar Arif.
Kematian Asep pasca penangkapan pada 10 September 2016 dinilai penuh kejanggalan.