JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, pihaknya melaporkan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar ke Badan Reserse Kriminal Polri karena menyebarluaskan informasi yang mencemarkan nama baik instansi Polri melalui media sosial.
Boy menyayangkan sikap Haris yang memilih membeberkan informasi yang didapatkannya dari Freddy Budiman melalui pesan berantai, daripada melaporkannya langsung ke pihak terkait.
"Secara tidak terduga Jumat lalu ini beredar luas di medsos yang konten isinya belum dilakukan upaya klarifikasi, konfirmasi, dan dibicarakan dengan pihak tersebut," ujar Boy dalam jumpa pers, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
"Langkah ini tidak tepat karena belum ada klarifikasi, hal ini sudah disebarluaskan," lanjut dia.
Curhatan Freddy kepada Haris terjadi pada tahun 2014. Sementara, Haris baru membeberkannya ke media pada tahun ini, menjelang eksekusi Freddy.
Menurut Boy, Haris memiliki waktu cukup panjang untuk memberikan informasi tersebut ke Polri, TNI, dan Badan Narkotika Nasional.
Dengan demikian, informasi tersebut akan ditindaklanjuti lebih cepat oleh Polri, TNI, dan BNN.
"Mengapa tidak jauh-jauh hari kita bahas? Haris kan juga dekat dengan sejumlah pejabat kepolisian, termasuk saya karena pernah bikin acara sama-sama," kata Boy.
Boy menilai, apa yang dibeberkan Haris dalam pesan berantai itu akan berdampak negatif terhadap Polri karena belum tentu kebenarannya.
"Ungkapan yang tidak mendasar dalam transkrip itu bisa mencederai semangat perjuangan kepolisian yang berjuang melawan narkoba," kata dia.
Polri, TNI, dan BNN membuat laporan secara terpisah ke Bareskrim Polri pada Selasa (2/8/2016) siang.
Ketiga instansi itu mengaitkan Haris dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Haris dianggap melakukan pencemaran nama baik dengan menyebarluasakan dokumen elektronik melalui jaringan media sosial.
Boy menegaskan, hingga saat ini status Haris masih sebagai terlapor dan belum ada tersangka dalam perkara ini.
Sebelumnya, Haris Azhar mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat BNN, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.
Kesaksian Freddy, menurut Haris, didapat pada masa kesibukan memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014.
Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar. Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000.
Sehingga, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy.
Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.