JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I DPR, Hanafi Rais, menilai ada satu kelompok kecil dari Abu Sayyaf telah mengingkari kesepakatan dengan kembali menyandera warga negara Indonesia.
Seharusnya, kata dia, pasca-penyanderaan WNI beberapa waktu lalu, sudah tak ada lagi WNI yang dijadikan tawanan dan main uang tebusan.
"Kami minta kelompok besar Abu Sayyaf mengingatkan kelompok kecil ini tentang kesepakatan itu dan membebaskan WNI yang sekarang disandera itu secara sukarela dan sesegera mungkin," kata Hanafi saat dihubungi, Jumat (24/6/2016).
Ia pun menyebutkan ada beberapa langkah solutif yang dapat ditempuh untuk menangani masalah ini.
Pertama, operasi intelijen melibatkan multi-jalur dan melibatkan pihak-pihak yang pada penyanderaan lalu terlibat, khususnya jaringan masyarakat sipil Indonesia-Filipina.
Komando operasi intelijen pun diharapkan hanya melalui satu pintu.
"Satu komando perintah. Opsintel hanya dari presiden," ujar politisi PAN itu.
Presiden Joko Widodo atau Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga diminta mengajak bicara Presiden baru Filipina, Rodrigo Roa Duterte untuk menyelesaikan masalah berkaitan denga kelompok Abu Sayyaf itu.
"Mengingat Duterte ketika kampanye punya konsep pendekatan damai dan efektif," kata dia.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi membenarkan terjadi penyanderaan terhadap tujuh WNI oleh kelompok bersenjata asal Filipina. Tujuh WNI tersebut merupakan anak buah kapal (ABK) TB Charles 001 dan kapal tongkang Robi 152.
Retno mengatakan, informasi soal penyanderaan itu diterimanya pada Kamis (23/6/2016) kemarin. (Baca: Menlu Benarkan 7 WNI Disandera Kelompok Bersenjata Filipina di Laut Sulu)
"Pada 23 Juni 2016 sore, kami mendapatkan konfirmasi telah terjadi penyanderaan terhadap ABK WNI kapal tugboat Charles (TB Charles) 001 dan kapal tongkang Robi 152," ujar Retno, dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Jakarta.
Namun, hingga saat ini belum dipastikan bahwa penyanderaan dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengakui kerja sama pengamanan kawasan perairan antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia hingga saat ini belum berjalan.
(Baca: WNI Disandera Lagi di Perairan Sulu, Luhut Akui Kerja Sama Kawasan Belum Berjalan)
Padahal, kesepakatan ini sudah diputuskan ketiga negara setelah kelompok bersenjata asal Filipina Abu Sayyaf untuk kedua kalinya menyandera warga negara Indonesia pada April 2016 lalu.
"Itu yang belum jalan. Masih ada beberapa perbedaan dengan counter part kita itu," kata Luhut usai memimpin rapat mengenai 7 WNI yang disandera, di Kantor Kemenko Polhukam.