JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengecam keras penyaderaan tujuh anak buah kapal WNI oleh kelompok bersenjata di perairan Sulu, Filipina Selatan, yang terjadi pada Senin (20/6/2016).
"Kejadian yang ketiga kalinya ini sangat tidak dapat ditoleransi," kata Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi di Kemlu, Jakarta Pusat, Jumat (24/6/2016).
(baca: Menlu Benarkan 7 WNI Disandera Kelompok Bersenjata Filipina di Laut Sulu)
Retno menegaskan, pemerintah Indonesia akan melakukan berbagai upaya demi menyelamatkan ketujuh ABK tersebut.
"Keselamat ketujuh WNI merupakan prioritas," kata Retno.
Pemerintah Indonesia, lanjut Retno, juga meminta kepada pemerintah Filipina untuk memastikan keamanan di wilayah perairan tersebut. Hal itu perlu dilakukan agar tidak menggangu kegiatan ekonomi kawasan sekitar.
Berkaitan dengan keamanan tersebut, tambah Retno, Pemerintah Indonesia siap bekerja sama dengan Filipina.
(baca: "Kelompok Militan Abu Sayyaf Minta Tebusan 20 Juta Ringgit")
Retno mengatakan, Pemerintah Indonesia akan mengambil langkah cepat menanggapai masalah ini. Koordinasi bersama pihak-pihak terkait akan dilakukan segera.
"Pagi ini akan dilakukan rapat koordinasi di kantor Menko Polhukam, melibatkan semua pihak terkait untuk mengambil langkah secara terukur, cepat dan aman dalam upaya pembebasan ketujuh sandera tersebut," ujarnya.
Pemerintah baru menerima kepastian informasi soal penyanderaan itu pada Kamis (23/6/2016). Tujuh WNI yang disandera merupakan anak buah kapal (ABK) TB Charles 001 dan kapal tongkang Robi 152.
Pada Rabu (22/6/2016) lalu, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sempat membantah kabar penculikan tersebut.
(Baca: Panglima TNI Bantah Ada Penculikan WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf)
"Saya pastikan itu bohong," kata Gatot.
Belum lama ini, dua peristiwa penyanderaan terjadi. Sebanyak 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.
Kemudian, empat ABK kapal Tunda Henry juga disandera kelompok Abu Sayyaf dan kemudian dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.
Terkait rentetan penyanderaan itu, Indonesia menyepakati kerja sama patroli bersama dengan Malaysia dan Filipina di perairan perbatasan tiga negara tersebut.