Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Teruslah Bekerja, Jangan Berharap kepada Negara

Kompas.com - 23/05/2016, 07:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Di lagu itu, kritik atas hukum yang kacau balau dan tidak adil disuarakan. Hukum yang tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah dilantangkan. Kekacauan penerapan hukum itu dinyatakan dalam peraturan mabuk yang tidak berkeadilan. Rakyat kecil yang punya hak asasi yang sama dikorbankan.

Kekacauan-kekacauan macam ini yang kemudian dikategorikan sebagai kewer-kewer. Untuk simbol atas kekacauan ini, diciptakanlah tokoh yang diberi nama Joko Kewer dan sosoknya muncul di klip video dan sampul album.

"Kekewerkeweran" Joko Kewer tampil dalam kemeja merah compang-campin tetapi rapi dimasukkan. Kemeja merah compang-camping itu melambai-lambai saat tertiup angin. Joko Kewer memakai peci hitam tetapi tangan kirinya memegang botol minuman keras. Kewer-kewer banget alias kacau.

Membebaskan kecewa

Namun, dalam situasi kewer-kewer di banyak segi kehidupan juga kehidupan bernegara, kewarasan tetap harus dijaga. Setidaknya itu yang tertangkap dari keterlibatan Glenn Fredly yang menyanyikan lagu "Teruslah Bekerja". 

Seperti dinyatakan Kill the DJ, Glenn juga tidak puas dengan pemerintahan yang dalam kampanye Pilpres 2014 mereka dukung habis-habisan. Ada kekecewaan karena beberapa harapan yang diperjuangkan bersama tidak bisa diwujudkan. Padahal, pemerintahan Jokowi sudah hampir dua tahun berjalan.

Mereka yakin, kekecewaan itu bukan milik mereka sendiri. Jokowi-Kalla yang mereka dukung dan menangkan mendapat mendapat 70.633.576 suara dari 132.896.438 suara sah atau setara dengan 53,15 persen. Pesaing mereka, pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa meraih 46,85% atau 62.262.844 suara.

Kepada mereka yang kecewa karena harapan dan mimpi indah tentang negara tidak mewujud, Glenn bernyanyi dan mengajak para pendengarnya bergoyang dengan syair yang menurut saya sangat berbahaya:

"Teruslah bekerja, jangan berharap kepada negara, teruslah bekerja. Teruslah bekerja, jangan berharap kepada negara, teruslah bekerja."

Terkait syair yang berbahaya ini, saya bisa paham kenapa kemudian tembok tua di sisi timur Pasar Beringharjo, Yogyakarta dirobohkan begitu lekas oleh aparat negara. Di tembok-tembok tua itu pada bulan Mei 2010, seniman Yogyakarta melantangkan sikapnya yang berbahaya itu kepada negara.

Saat itu, situasi kewer-kewer atau kekacauan sedang memuncak. Negara tengah disandera kasus korupsi maha besar yang melibatkan Bendahara Umum, Sekretaris, dan Ketua Umum Partai Demokrat. Belakangan, Anggota Dewan Pembina dan Pendiri Partai Demokrat juga ikut terjerat. 

Tidak hanya itu, pada saat bersamaan muncul kasus penggelapan, pencucian uang, dan korupsi oleh pegawai Dirjen pajak golongan III A, Gayus Halomoan Partahanan Tambunan. Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjaga asa akan Indonesia yang lebih baik ada dalam ancaman serius "para buaya".

Untuk kasus-kasus penting ini dan kasus-kasus lainnya, negara dirasa tidak berdaya dan karenanya tidak dapat diandalkan mengatasinya. Situasi seperti ini yang mengantar para seniman Yogyakarta menghias tembok-tembok di kota mereka dengan mural.

Pesan muralnya tunggal yaitu ajakan untuk terus bekerja, jangan berharap pada negara.

Empat tahun kemudian, pemimpin negara yang mengecewakan dan tidak mereka harapkan itu tidak lagi berkibar. Partai pendukungnya mendapat hukuman setimpal lewat menyusut tajamnya perolehan saura. Mereka yang terbukti korupsi mendekam di penjara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com