Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Revisi UU KPK, Jangan Meruntuhkan Langit Negeri Ini

Kompas.com - 22/02/2016, 15:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata
Barangkali tak ada yang sealot rencana revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Setiap tahun selalu saja diwacanakan. Setidaknya sudah enam tahun ini, rencana revisi itu selalu mencuat menjadi isu publik. Namun, setiap kali muncul ke permukaan, selalu mengundang kontroversi dan penolakan.

DPR, lembaga terhormat pembuat legislasi itu menjadi pihak yang paling getol mengajukan revisi UU KPK. Belakangan pemerintah juga berposisi bersama-sama DPR. Setelah selalu digagal, akhir tahun 2015 tanda-tanda "langit mulai runtuh" tak bisa dibendung lagi.

  
Ada 45 wakil rakyat mengusulkan revisi UU KPK ke Badan Legislasi DPR. Padahal suara rakyat terdengar keras menolak revisi. Ah siapa peduli? DPR dan pemerintah enggan mendengar suara rakyat. The show must go on!
   
Mereka beralasan bahwa revisi UU itu bukan untuk melemahkan KPK, melainkan untuk memperkuat KPK. Tentu debatable. Namun, suara-suara rakyat menegaskan bahwa sekarang ini belum saatnya UU itu direvisi. UU itu masih sangat relevan dan dibutuhkan.
   
Sebab, virus korupsi masih merajalela. Ia menggerogoti tubuh bangsa ini seperti kanker yang mengerikan. Pakar politik dari Norwegia Inge Amundsen (1999) menegaskan, korupsi adalah penyakit, kanker yang memakan budaya, politik, dan ekonomi masyarakat, serta menghancurkan fungsi organ-organ vital.
    
Kasus teraktual adalah penangkapan (tangkap tangan) Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Kasasi dan Peninjauan Kembali pada Direktorat Tata Laksana MA Andri Tristianto Sutrisna pada 13 Februari lalu.

Padahal selama ini MA telah melakukan bersih-bersih di rumahnya sendiri setelah tidak sedikit hakim, panitera, pegawainya terjerat korupsi. Dan, MA adalah benteng terakhir keadilan di mana bersemayam para "wakil Tuhan".
  
Kasus lain adalah ditangkap tangannya anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Damayanti Wisnu Putranti, 13 Januari lalu. Ia diduga terjerat kasus korupsi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Sebelumnya anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo ditangkap KPK pada 20 Oktober 2015, terkait proyek pembangkit listrik mikrohidro di Papua. Saat itu ada delapan orang yang dicokok KPK.
   
Dengan kasus-kasus mutakhir tersebut, masihkah ada niat tetap merivisi UU KPK? Buktinya pembahasan UU Nomor 30 Tahun 2002 itu jalan terus di DPR. Meskipun DPR dan pemerintah bersatu-padu bersikeras ingin merevisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 itu, tetapi rakyat tidak gentar.

Berbagai reaksi keras, termasuk melalui jagat maya, juga lewat organisasi-organisasi nonpemerintah, rakyat tidak mau menyerah dengan rencana DPR-Pemerintah itu. Jajak pendapat yang dilakukan Harian Kompas (22/2) memperlihatkan bahwa 74,5 persen publik khawatir jika  revisi UU itu akan  melemahkan KPK.
   

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com