Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon: Seolah DPR "Ngotot" Revisi UU KPK, Terus Presiden Jadi Pahlawan

Kompas.com - 19/02/2016, 15:01 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta ketegasan sikap Presiden Joko Widodo soal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Jika Presiden tidak tegas, Fadli khawatir DPR dijadikan kambing hitam.

Nantinya, kata Fadli, bisa saja DPR dicap oleh masyarakat sebagai pihak yang ngotot merevisi UU yang dianggap melemahkan KPK ini. Setelah itu, lanjut dia, pemerintah menolak dan diapresiasi oleh masyarakat.

"Kita tidak mau seolah-olah DPR yang ngotot, terus tiba-tiba Presiden keluar jadi pahlawan," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (19/2/2016).

Oleh karena itu, lanjut Fadli, pimpinan DPR berencana melakukan rapat konsultasi dengan Presiden untuk meminta penegasan pemerintah soal revisi UU KPK ini.

(Baca: Aktivis: Jokowi Perlu Panggil Akademisi, Jangan Hanya Dengar Luhut, Yasonna, dan JK)

Rapat konsultasi akan dilakukan sebelum rapat paripurna penetapan revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR, Selasa (23/2/2016).

Jika pemerintah menolak, maka DPR tidak perlu melanjutkan karena revisi suatu UU harus dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan DPR.

"Pemerintah harus jelas sikapnya. Kalau setuju bilang setuju, tidak bilang tidak. Supaya jangan berlarut-larut," ucap Fadli.

Menkumham Yasonna Laoly dan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan selama ini mendorong agar UU KPK direvisi. (Baca: Luhut: Pimpinan KPK Tidak Bisa Menolak Revisi UU)

Namun, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi menyebut bahwa pelemahan KPK akan terjadi jika dalam revisi diselipkan pasal yang membatasi masa tugas KPK, menghapus kewenangan penuntutan, dan diaturnya mekanisme penyadapan dengan izin pengadilan.

(Baca: Jokowi Cermati Gelombang Penolakan Revisi UU KPK)

Adapun pimpinan KPK terus melontarkan penolakan atas rencana revisi UU KPK, yang dianggap akan mengganggu pemerantasan korupsi. (Baca: Ketua KPK Blak-blakan soal Penyadapan dan Ancaman Revisi UU)

Penolakan itu secara resmi sudah disampaikan kepada DPR. Pimpinan KPK tidak hadir dalam pembahasan, tetapi hanya menyampaikan sikap lewat surat.

KPK menyarankan DPR bersama dengan pemerintah lebih mendahulukan membahas beberapa UU lain yang terkait dengan pemberantasan korupsi.

Bahkan, pimpinan KPK akan menemui Presiden untuk meyampaikan penolakan atas revisi itu.

(Baca: Politisi PDI-P Minta Jokowi Dengarkan Yasonna, Bukan Johan Budi soal Revisi UU KPK)

Setidaknya ada empat poin yang ingin dibahas dalam revisi, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.

Hingga saat ini, baru tiga fraksi yang menolak pembahasan revisi dilanjutkan karena menganggap akan melemahkan KPK. Ketiga fraksi itu yakni Gerindra, Demokrat, dan PKS. (Baca: SBY Makin "Pede" Tolak Revisi UU KPK Setelah Dengar Pendapat "Netizen")

Sementara itu, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi Hanura tetap menginginkan adanya revisi terhadap UU KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com