Meeting of mind dalam permufakatan jahat sama dengan kesepakatan dalam delik penyertaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 KUHP. Hanya saja, dalam delik penyertaan harus ada kualifikasi lebih lanjut para pelaku peserta, apakah sebagai turut serta melakukan, sebagai yang menyuruhlakukan, ataukah sebagai yang menggerakkan atau yang membujuk.
Oleh karena itu, dalam konteks permufakatan jahat untuk melakukan penyuapan atau pemerasan, meeting of mind dari dua orang atau lebih tidaklah berarti harus ada kesepakatan antara yang menyuap dan yang disuap atau antara yang memeras dan yang diperas, tetapi cukup adanya kesepakatan dua orang atau lebih untuk meminta sesuatu atau memeras tanpa harus ada persetujuan dari yang akan menyuap atau yang akan diperas.
Selain itu, adanya meeting of mind tidak perlu dengan kata-kata yang menandakan persetujuan secara eksplisit, tetapi cukup dengan bahasa tubuh atau kalimat-kalimat yang secara tidak langsung menandakan adanya kesepakatan.
Dalam konteks teori, hal ini dikenal dengan istilah sukzessive mittaterschaft yang berarti adanya keikutsertaan dalam suatu kejahatan termasuk permufakatan jahat dapat juga dilakukan secara diam-diam.
Dengan demikian, pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo, bahwa substansi pembicaraan memiliki indikasi adanya permufakatan jahat, kiranya tidak sebatas wacana, tetapi dapat ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan terhadap para pihak yang terlibat dalam pertemuan tersebut.
Eddy OS Hiariej
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Desember 2015, di halaman 6 dengan judul "Rekaman dan Permufakatan Jahat".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.