Permufakatan jahat
Selanjutnya, apakah substansi pembicaraan yang ada dalam rekaman tersebut dapat dikualifikasikan sebagai permufakatan jahat sebagaimana yang dinyatakan oleh Jaksa Agung HM Prasetyo?
Dalam hukum pidana, permufakatan jahat atau samenspanning atau conspiracy bukanlah perbuatan permulaan pelaksanaan (begin van uitvoeringshandelingen) sebagaimana dimaksud dalam delik percobaan. Permufakatan jahat barulah perbuatan persiapan (voorbereidingshandelingen).
Jerome Hall dalam General Principles of Criminal Law menyatakan bahwa tidaklah mungkin memisahkan secara obyektif antara perbuatan persiapan dan perbuatan permulaan pelaksanaan.
Demikian pula Moeljatno yang menyatakan bahwa dalam praktik, perbuatan persiapan dan perbuatan permulaan pelaksanaan tidak ada perbedaan secara materiil.
Tegasnya, perbuatan persiapan adalah mengumpulkan kekuatan, sedangkan perbuatan permulaan pelaksanaan mulai melepaskan kekuatan yang telah dikumpulkan.
Masih dalam teori hukum pidana, baik permufakatan jahat maupun percobaan adalah tatbestand-ausdehnungsgrund atau dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), permufakatan jahat yang dijatuhi pidana adalah apabila berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara atau makar, baik terhadap presiden-wakil presiden, pemerintahan yang sah, maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kembali kepada kasus pencatutan nama yang diduga keras dilakukan Setya Novanto, apakah sudah termasuk dalam permufakatan jahat ataukah percobaan, ada beberapa catatan.
Pertama, Pasal 15 UU PTPK secara tegas menyatakan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama.
Kedua, substansi pembicaraan diduga keras mengarah pada permufakatan jahat atau percobaan untuk melakukan tindak pidana korupsi berupa penyuapan pasif atau pemerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 12 UU PTPK.
Ketiga, untuk mengetahui ada-tidaknya permufakatan jahat atau percobaan, rekaman pembicaraan harus digali lebih mendalam, khususnya inisiatif pertemuan dilakukan oleh siapa.
Hal ini untuk menentukan adanya voornemen atau niat dari inisiator pertemuan termasuk motif di balik pertemuan tersebut.
Keempat, jika merujuk pada Pasal 88 KUHP yang mendefinisikan permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah bersepakat untuk melakukan kejahatan, maka perlu ditelaah apakah ada meeting of mind dari para pelaku dalam pertemuan tersebut.