Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Pendukung Pemerintah Berkonsolidasi Kawal Kasus Setya Novanto

Kompas.com - 26/11/2015, 11:31 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR, Arif Wibowo, mengatakan, fraksi partai politik pendukung pemerintah telah melakukan konsolidasi dan sepakat untuk mengawal ketat kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Kasus yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said itu menyeret Ketua DPR Setya Novanto.

Efek dari konsolidasi ini, PDI-P, Partai Nasdem, dan Partai Amanat Nasional sepakat merombak anggotanya di Mahkamah Kehormatan Dewan. (Baca: Sejumlah Fraksi Ganti Anggotanya di MKD)

"PDI-P dan partai pendukung pemerintah punya tanggung jawab moral dan politik yang lebih dari yang lain, apalagi kasusnya pencatutan nama Presiden dan Wapres," kata Arif saat dihubungi, Kamis (26/11/2015).

Fraksi PDI-P mengganti M Prakosa dengan Henry Yosodiningrat. Fraksi Partai Nasdem mengganti Fadholi dengan Akbar Faizal. (Baca: Langgar Kode Etik, Henry Yosodiningrat Ditolak Jadi Anggota MKD)

KOMPAS.com/Abba Gabrillin Anggota Fraksi PDI-P Arif Wibowo.
Adapun Fraksi Partai Amanat Nasional yang baru bergabung dengan pemerintah, mengganti dua anggotanya sekaligus. Hang Ali Sahputra digantikan Sugiman, dan Ahmad Riski Sadig digantikan A Bakrie.

Sementara itu, Fraksi Partai Demokrat sebagai penyeimbang juga mengganti Guntur Sasongko dengan Fandi Utomo. (Baca: Masuk MKD, Akbar Faizal Jamin Tak Akan "Masuk Angin" Usut Kasus Novanto)

Arif mengatakan, konsolidasi ini penting dilakukan karena partai pendukung pemerintah khawatir ada upaya pembelokan dalam kasus Setya Novanto.

Kekhawatiran tersebut muncul setelah fraksi partai politik di luar pemerintah yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih mempermasalahkan legal standing atau kedudukan hukum Sudirman Said sebagai pelapor.

"Kita khawatir terjadi pembelokan, nanti kasus ini tak lagi lurus. Bisa ke mana- mana," ucap anggota Komisi II DPR ini. (Baca: "Menggelikan, Ada Bagian MKD yang Terang-terangan Bela Setya Novanto")

MKD sebelumnya memutuskan untuk melanjutkan laporan Menteri ESDM Sudirman Said terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR. (Baca: Setya Novanto Batal Laporkan Sudirman Said ke Polisi)

Keputusan itu diambil setelah MKD mendengar pendapat ahli bahasa terkait legal standing Sudirman dalam membuat laporan.

Selain masalah legal standing laporan, sebagian pihak internal MKD juga mempersoalkan bukti rekaman yang diserahkan Sudirman.

Dalam laporannya, Sudirman menyebut ada permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia (FI) yang akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan pada 8 Juni 2015 yang belakangan diketahui dilakukan antara Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid. (Baca: "Tugas Pimpinan DPR Pimpin Rapat, Bukan Bertemu Pengusaha")

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com