JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nur Chusniah membantah jika penyidik KPK disebut sengaja mempercepat proses berkas perkara Patrice Rio Capella untuk menggugurkan praperadilan.
"Enggak ada unsur (kesengajaan), saya pikir enggak begitu," ujar Nur di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (4/11/2015).
Menurut dia, penyidiknya memang sudah menyelesaikan pemberkasan. Hanya, memang rampungnya berkas perkara bertepatan dengan sidang perdana gugatan praperadilan.
Nur juga membantah pihak KPK disebut mengulur waktu dengan tidak datang dalam sidang perdana praperadilan pada 30 Oktober 2015. (baca: Patrice Resmi Cabut Gugatan Praperadilan atas KPK)
Menurut Nut, pihak KPK belum dapat datang lantaran ada hal-hal administratif yang perlu disiapkan sehingga pihaknya meminta sidang praperadilan ditunda.
"Kita harus siapkan ahlinya, surat-suratnya, dokumen terkait penetapan tersangka. Kami harus 'prepare' masalah administratif," ujar Nur.
Kuasa hukum Patrice, Maqdir Ismail, sebelumnya menyayangkan langkah KPK yang merampungkan penyidikan perkara kliennya sebelum permohonan praperadilan disidangkan. (baca: Penyidikan Kasus Patrice Selesai, Pengacara Anggap KPK Takut Kalah di Praperadilan)
Ia juga menyayangkan KPK yang tidak hadir dalam sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat lalu.
Maqdir berpendapat, manuver tersebut adalah bentuk ketakutan KPK karena akan kalah jika sidang praperadilan berjalan hingga ada putusan hakim. (baca: Ini Kronologi Pemberian Rp 200 Juta kepada Patrice Rio Capella)
"Kalau saya lihat, mereka (KPK) itu sengaja mempercepat perkara sejak kami ajukan praperadilan karena KPK sudah tahu akan kalah di praperadilan jika dilihat dari materi permohonan praperadilan itu sendiri," ujar Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.
Patrice merupakan tersangka dalam kasus dugaan menerima gratifikasi terkait proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah badan usaha milik daerah di Provinsi Sumatera Utara oleh kejaksaan.
Dalam kasus ini, Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, diduga memberi uang Rp 200 juta kepada Patrice melalui Fransisca Insani Rahesti, staf magang di kantor OC Kaligis.
Kasus itu merupakan pengembangan kasus dugaan suap terhadap hakim dan panitera PTUN Medan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.