Kerja suka dan rela
Orang banyak mengatakan kegiatan ini sebagai voluntary service. Voluntary biasa diterjemahkan sebagai sukarela, sedangkan service dalam makna luas berarti pelayanan, bakti, jasa, atau pengabdian.
Maka, mari kita artikan voluntary service sebagai pekerjaan (kalau memang disebut pekerjaan) yang dilakukan bukan hanya dengan penuh suka, juga rela; bukan untuk mencari keuntungan pribadi, tetapi memberi apa yang kiranya dibutuhkan orang.
Indonesia punya 13.000 lebih pulau dan tak kurang dari 250 juta jiwa penduduk. Dengan luas hampir 2 juta kilometer persegi, tentu ada banyak peluang yang terbuka.
Apalagi kalau kita baca surat kabar, rasanya tak pernah selesai persoalan di negeri ini.
Bagaimana kita bisa terlibat?
Kita hanya perlu lebih banyak melihat dan mendengar langsung. Langsung itu artinya dari luar layar monitor HP, tablet, atau laptop-mu! Ada banyak hal yang tak berada di tempatnya.
Datang ke sana, diam, dan amati dengan rendah hati. Rendah hati artinya kita datang dengan pertanyaan, bukan jawaban.
Sekalipun ada perasaan dibutuhkan, kita datang bukan untuk jadi pahlawan, bukan untuk menggurui, tapi mempelajari, mengenali, sambil mencari apa yang bisa kita bantu. Lalu biarkan hatimu mengatakan apa yang harus kamu lakukan.
Konon, ada tiga kekuatan dahsyat, mengutip Pramoedya dalam novelnya Rumah Kaca, "Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang bisa timbul pada samudra, pada gunung berapi, dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya." Saya setuju. Sekali kita menentukan tujuan, biarkan ia jadi kekuatan yang menggerakkan.
Ada lagi model pertanyaan yang sering saya jumpai, "Kak, saya suka bertualang, saya juga ingin mengajar di rimba, tapi saya takut gelap. Bagaimana, ya?"
Atau, "Kak, saya sangat ingin mengajar anak-anak jalanan, tapi orangtua ingin saya jadi PNS."
Menghadapi pertanyaan itu, saya biasanya senyum-senyum saja. Atau kalau sudah terpojokkan, saya bilang, "Bereskan dulu tapi-mu, ya, setelah itu baru kita ngobrol lagi."
Rasanya sulit menumbuhkan kekuatan pikiran dan hati kita kalau kita sendiri sudah membatasi diri kita dengan banyak "tapi". Akan selalu ada alasan kalau kita fokus pada kalimat di belakang kata "tapi".