Sangat disadari, KPK belum optimal dalam menjalankan korsup karena terdapat kendala teknis yang tidak bisa dihindarkan.
Pertama, keterbatasan tenaga senior baik dari kepolisian maupun kejaksaan sebagai akibat dari rotasi antarlembaga penegak hukum.
Senioritas kepangkatan sangat memengaruhi efektivitas program korsup sebagai konsekuensi dari kultur birokrasi di lingkungan lembaga penegak hukum.
Untuk itu, aktivitas korsup ke daerah selalu mengikutsertakan pejabat senior dari Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri sehingga bisa dibayangkan besarnya rombongan tim korsup setiap ke daerah.
Kedua, jarak tempuh ke daerah dan waktu yang dibutuhkan untuk aktivitas korsup tidak bisa diabaikan begitu saja. Padahal, sekali korsup paling banyak membahas lima kasus.
Dalam rangka mengefektifkan peranan korsup penindakan KPK, PP nantinya diharapkan mengatur sejumlah hal.
Pertama, mewajibkan instansi penegak hukum berkoordinasi melalui mekanisme korsup elektronik (e-korsup).
Kedua, mewajibkan instansi penegak hukum memberi sanksi kepada oknum yang mengabaikan kewajiban memberi tahu KPK melalui SPDP.
Ketiga, lebih mengefektifkan peranan lembaga pengawas, seperti Kompolnas dan Komisi Kejaksaan.
Sebenarnya mencegah kriminalisasi pada tahap penyidikan boleh dibilang sudah terlambat. Apalagi jika sudah ada upaya paksa yang menimbulkan kerugian bagi pencari keadilan.
Pencegahan kriminalisasi pada tataran penindakan akan sangat efektif jika dilakukan sejak dimulainya proses penyelidikan melalui mekanisme korsup penyelidikan elektronik agar terjadi cross check kelayakan apakah sebuah kasus korupsi dapat ditingkatkan ke fase penyidikan.
Fase penyelidikan adalah fase paling sulit mencari bukti kuat dan tak terbantahkan, tetapi manfaatnya sangat positif bagi pencari keadilan agar tak mudah dikriminalisasi.
Kriminalisasi kebijakan hanya bisa diminimalkan dengan memberdayakan lembaga yang memiliki mandat melakukan fungsi pengawasan, koordinasi, dan supervisi dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Adnan Pandu Praja
Komisioner KPK
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Oktober 2015, di halaman 7 dengan judul "PP Anti Kriminalisasi Kebijakan".