Ketika KPK turut memantau, biasanya akan tertib dengan sendirinya secara bertahap, seperti ketika KPK menertibkan izin tambang ("Tambang dan KPK", Kompas,13/8/2014).
Jika di kemudian hari terdapat korupsi yang disidik instansi penegak hukum kejaksaan atau kepolisian dalam rangka sinkronisasi untuk mencegah tumpang tindih penanganan kasus korupsi, UU KPK mewajibkan mereka memberi tahu KPK dalam waktu 15 hari sejak dimulainya penyidikan melalui mekanisme surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).
Untuk memberi ruang bagi penyidik dan penuntut umum, KPK akan koordinasi dengan kejaksaan dan kepolisian setahun sejak SPDP diterima.
Selanjutnya, apabila dipandang bermasalah, KPK akan melakukan supervisi, bahkan mengambil alih kasus, jika dianggap perlu.
Jumlah SPDP yang diterima KPK sejak Januari 2013 sebanyak 3.289 kasus korupsi. Angka sesungguhnya sangat jauh dari jumlah yang seharusnya dilaporkan ke KPK.
Penanganan kasus bermasalah
Banyaknya penanganan kasus korupsi yang bermasalah karena UU memberi peluang kepada penegak hukum untuk menghentikan proses baik di tingkat penyidikan maupun penuntutan tanpa melibatkan pihak independen.
Padahal, ketika kasus memasuki tahap penyidikan, upaya paksa sudah dapat digunakan oleh oknum yang tak bertanggung jawab yang tentu saja sangat merugikan pencari keadilan.
Perlakuan diskriminatif tak jarang dijumpai dalam penanganan kasus korupsi. Hal-hal itu yang dikeluhkan para kepala daerah kepada KPK beberapa waktu lalu.
Lembaga pengawas, seperti Kompolnas ataupun Komisi Kejaksaan, seperti tak berdaya. Jumlah pengaduan yang diterima KPK sejak Januari 2013 terhadap penanganan kasus korupsi oleh instansi penegak hukum sebanyak 545 kasus korupsi.
Dari jumlah SPDP yang diterima KPK ataupun pengaduan masyarakat itu, 254 kasus korupsi telah dikoordinasikan dan 285 kasus korupsi telah disupervisi karena dianggap bermasalah.
Sementara kasus korupsi yang diambil alih KPK dari instansi penegak hukum lain sebanyak dua kasus korupsi dan KPK telah melimpahkan 14 kasus korupsi ke instansi penegak hukum lain.