Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Revisi UU KPK, Lebih dari 23.000 Orang Dukung Petisi "Jangan Bunuh KPK"

Kompas.com - 09/10/2015, 07:52 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penolakan terhadap rencana DPR mengajukan revisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituangkan dalam bentuk petisi "Jangan Bunuh KPK, Hentikan Revisi UU KPK", Kamis (8/10/2015). Petisi ini diprakarsai oleh Suryo Bagus melalui situs change.org/janganbunuhkpk.

Hingga Jumat (9/10/2015) pukul 07.00 WIB, petisi tersebut telah ditandatangani oleh 23.148 pendukung. Melalui petisi tersebut, masyarakat menyurati Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR untuk menolak usulan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan mencabut revisi tersebut dari Program Legislasi Nasional.

"Langkah yang dilakukan KPK tentu tidak disukai oleh para koruptor dan para pendukungnya. Mereka terus melakukan berbagai cara untuk membunuh KPK atau setidaknya melemahkan KPK. Kini KPK kembali terancam dilemahkan lewat Revisi Undang-Undang KPK (RUU KPK) yang akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)," demikian kutipan petisi itu.

Adapun sejumlah hal yang disorot oleh petisi tersebut dianggap membunuh KPK dan mematikan upaya pemberantasan korupsi. Pertama, pembatasan umur KPK hanya sampai 12 tahun. Menurut petisi tersebut, ketentuan itu hanya akan mematikan KPK secara perlahan.

"KPK sudah seharusnya ada dan terus berdiri sepanjang Republik Indonesia berdiri. KPK dibentuk untuk menyembuhkan Indonesia dari penyakit korupsi, ia juga harus ada untuk mengawal Indonesia tetap bersih dan bebas korupsi," bunyi petisi itu.

Kedua, di dalam draf revisi UU KPK, ada upaya mengurangi kewenangan penindakan dan menghapus upaya penuntutan KPK. Kewenangan KPK dibatasi hanya pada penyelidikan dan penyidikan perkara korupsi. KPK juga hanya boleh menangani kasus dengan nilai kerugian negara di atas Rp 50 miliar.

Begitu pula dengan kewenangan penyadapan dan penyitaan, KPK harus mendapat izin ketua pengadilan negeri. Tak hanya itu, seperti disebutkan dalam petisi tersebut, operasi tangkap tangan (OTT) yang biasa dilakukan KPK pun mustahil diterapkan lagi pada masa mendatang.

Kewenangan penuntutan oleh KPK juga dihapus. Artinya, KPK tidak boleh lagi menuntut perkara korupsi. Padahal, hingga saat ini, dari ratusan koruptor yang diproses, belum ada satu pun yang lolos dari tuntutan KPK dan dihukum setimpal.

Ketiga, petisi tersebut menyebutkan bahwa ada upaya mengubah KPK menjadi komisi pencegahan korupsi, bukan lagi pemberantasan korupsi karena mendorong KPK lebih memprioritaskan aspek pencegahan.

Dalam petisi itu dijelaskan, revisi UU KPK belum penting untuk dilakukan. Seharusnya, DPR fokus menyelesaikan tunggakan perumusan legislasi.

"Masih banyak UU lain yang mendesak untuk dibahas dan bentuk dibandingkan mebahas UU KPK maupun berupaya membunuh KPK," demikian dipetik dari petisi itu.

Adapun tuntutan dalam petisi tersebut yaitu:
1. Ketua DPR RI diminta menghentikan pembahasan Revisi UU KPK dan cabut Revisi UU KPK dari rencana Legislasi DPR.
2. Presiden Jokowi diminta menolak usulan Revisi UU KPK.

"Revisi UU KPK bagi kami bukan hanya melemahkan KPK tapi membunuh harapan dan asa ratusan juta penduduk Indonesia yang terus bermimpi Indonesia bebas Korupsi."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com