Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Innospec, Mantan Bos Pertamina Dituntut Tujuh Tahun Penjara

Kompas.com - 17/09/2015, 22:24 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa penuntut umum menuntut mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo hukuman tujuh tahun penjara karena menerima suap dari Direktur PT Soegih Interjaya, Willy Sebastian Liem, dan sejumlah petinggi The Associated Octel Company Limited (sekarang Innospec Limited) sebesar 190.000 dollar AS.

Suap tersebut ditujukan agar Suroso tetap membeli tetraethyllead (TEL) untuk kebutuhan sejumlah kilang milik PT Pertamina periode bulan Desember 2004 dan sepanjang 2005 melalui PT Soegih Interjaya (PT SI).

"Menuntut agar majelis hakim pengadilan tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," ujar jaksa Muhamad Nur Aziz di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/9/2015).

Selain itu, Suroso juga dituntut membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider enam bulan. Adapun hal yang memberatkan adalah Suroso tidak terus terang atas perbuatannya. Suroso juga dianggap tidak mendukung program pemerintah yang giat memberantas korupsi. "Terdakwa membuat citra buruk Indonesia di mata internasional," kata jaksa.

Berdasarkan dakwaan, tahun 1982, PT SI ditunjuk oleh Octel atau Innospec menjadi agen tunggal penjualan TEL di Indonesia. TEL merupakan bahan aditif agar mesin tidak berbunyi dan meningkatkan nilai oktan pada bahan bakar. Namun, penggunaannya memiliki tingkat racun yang tinggi sehingga menimbulkan gas berbahaya bagi kesehatan.

Kemudian, pada tahun 2003, Octel dan PT Pertamina menandatangani nota kesepahaman yang menyepakati bahwa pembelian TEL akan dilakukan pada 2003 hingga September 2004. Saat itu, mereka sepakat dengan harga 9.975 dollar AS per metrik ton. Sebelum perjanjian tersebut berakhir, Suroso beberapa kali melakukan pertemuan dengan Willy dan Direktur PT SI Muhammad Syakir untuk memperpanjang penggunaan TEL di Indonesia.

Pada November 2004, Suroso kembali bertemu dengan Willy dan Syakir untuk membahas perubahan harga TEL menjadi 11.000 dollar AS per metrik ton. Suroso menyetujuinya dan meminta fee sebesar 500 dollar AS per metrik ton.

Syakir kemudian menyampaikan kepada Manajer Regional Octel David Peter Turner mengenai permintaan fee tersebut. David menyetujuinya dengan syarat pemesanan TEL yang diterima sampai akhir 2004 maksimal 450 metrik ton, dan kerja sama pembelian TEL diperpanjang hingga 2005.

Untuk memudahkan penerimaan fee dari Willy, Suroso membuka rekening giro di UOB Singapura atas nama Suroso Atmomartoyo. Pada 18 Januari 2005, Suroso menerima 120.000 dollar AS dari rekening Octel Global Incorporation. Suroso juga diberikan fasilitas menginap di Hotel Radisson Edwardian May Fair, London, Inggris, oleh Octel dan PT SI. Fasilitas tersebut diberikan saat Suroso pergi ke Inggris untuk bertemu dengan pihak Octel.

Pada 13 Juli 2005, Suroso kembali menerima uang sebesar 40.000 dollar AS dan 30.000 dollar AS pada 26 September 2005 di rekening UOB Singapura, dari Willy, yang dikirimkan melalui rekening milik Octel. "Dengan demikian, keseluruhan fee yang diterima terdakwa sejumlah 190.000 dollar AS," kata jaksa.

Suroso kemudian memindahbukukan uang tersebut ke rekening Wealth Deposit Series atas nama Suroso Atmomartoyo pada Bank UOB Singapura dan menerima bunga sebesar 17.664,30 dollar AS.

Atas perbuatannya, Suroso diancam pidana dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1998 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUH Pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Karyawan Asal Kalimantan Barat Gugat UU Pilkada ke MK, Akui Mau Maju Jadi Calon Wakil Gubernur

Karyawan Asal Kalimantan Barat Gugat UU Pilkada ke MK, Akui Mau Maju Jadi Calon Wakil Gubernur

Nasional
PKB Condong Dukung Bobby Ketimbang Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut

PKB Condong Dukung Bobby Ketimbang Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut

Nasional
Rekaman CCTV di Polsek Tempat Afif Dianiaya Sudah Hilang, Anggota DPR: Siber Mabes Polri Bisa Lakukan Upaya

Rekaman CCTV di Polsek Tempat Afif Dianiaya Sudah Hilang, Anggota DPR: Siber Mabes Polri Bisa Lakukan Upaya

Nasional
PKB Klaim Sandiaga Bersedia Jajaki Pilkada Jabar 2024

PKB Klaim Sandiaga Bersedia Jajaki Pilkada Jabar 2024

Nasional
Cara Pemadanan NIK menjadi NPWP

Cara Pemadanan NIK menjadi NPWP

Nasional
LBH Padang Sebut Pernyataan Polisi Berubah-ubah soal Kasus Afif Maulana

LBH Padang Sebut Pernyataan Polisi Berubah-ubah soal Kasus Afif Maulana

Nasional
DPR Desak Polri Ungkap Kebenaran Terkait Kasus Meninggalnya Afif Maulana

DPR Desak Polri Ungkap Kebenaran Terkait Kasus Meninggalnya Afif Maulana

Nasional
PKB Beri Dukungan ke Sejumlah Bakal Calon Kepala Daerah, Ada Petahana Jambi Al Haris dan Abdullah Sani

PKB Beri Dukungan ke Sejumlah Bakal Calon Kepala Daerah, Ada Petahana Jambi Al Haris dan Abdullah Sani

Nasional
PKB Lirik Sandiaga Uno untuk Maju Pilkada Jabar 2024

PKB Lirik Sandiaga Uno untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Kementerian KP Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Capai SDGs Poin 14

Kementerian KP Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Capai SDGs Poin 14

Nasional
Kejagung Sita 713 Ton Gula Kristal dan Uang Rp 200 Juta di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Sita 713 Ton Gula Kristal dan Uang Rp 200 Juta di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
Stranas PK Ungkap Kacaunya Pelabuhan Sebelum Dibenahi: Kapal Parkir Seminggu dan Rawan Korupsi

Stranas PK Ungkap Kacaunya Pelabuhan Sebelum Dibenahi: Kapal Parkir Seminggu dan Rawan Korupsi

Nasional
Temui Wapres, Nahdlatul Wathon Lapor Sedang Dirikan Kantor dan Pesantren di IKN

Temui Wapres, Nahdlatul Wathon Lapor Sedang Dirikan Kantor dan Pesantren di IKN

Nasional
Demokrat-Perindo Jajaki Koalisi untuk Pilkada 2024

Demokrat-Perindo Jajaki Koalisi untuk Pilkada 2024

Nasional
Wacana Koalisi PKS, PKB, PDI-P Berpotensi 'Deadlock' pada Pilkada Jakarta

Wacana Koalisi PKS, PKB, PDI-P Berpotensi "Deadlock" pada Pilkada Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com