Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/07/2015, 15:05 WIB

Partai-partai lama kita menua tidak hanya dalam usia, tetapi juga dalam kepemimpinan. Meski mengakumulasi kearifan, ketuaan juga identik dengan kelambanan beradaptasi dengan dinamika cepat perubahan masyarakat dan tuntutan zaman. Pengaderan partai pun tidak kuat.

Karier politisi muda yang menjanjikan terhalang kehadiran politisi senior yang masih menduduki jabatan-jabatan strategis. Kader muda yang menjabat dalam struktur kepartaian adalah mereka yang bisa menghamba kepada konservatisme ketua partai.

Karena presiden tidak berakar dalam partai, ia tidak cukup kuat menolak gerontokrasi partai ke dalam birokrasi. Ketika adagium zaman sudah melangkah dari survival for the fittest kepada survival for the fastest, kita malah merayakan survival for the oldest. Komplikasi muncul ketika pembantu presiden titipan partai tidak bisa mengatasi masalah loyalitas ganda.

Soalnya adalah suara rakyat tidak selalu identik dengan suara partai. Suara partai pendukung presiden adalah soal jatah di kabinet. Soal kekuasaan. Soal politik praktis. Suara rakyat adalah suara penderitaan. Presiden adalah pengemban amanat penderitaan rakyat. Karena itu, baik untuk partai belum tentu baik untuk rakyat.

Satu kaki di partai dan kaki lainnya di negara, fenomena pembantu presiden seperti itu memunculkan dilema bagi presiden rakyat. Ada pernyataan dan kebijakan menteri yang mendahului presiden sehingga mempersempit ruang gerak presiden untuk mengambil keputusan terbaik bagi rakyat dan masa depan negara.

Partai atau profesional?

Dilema presiden dalam penyusunan kabinet baru kini mencuat kembali dalam isu perombakan kabinet. Omongan politisi partai pendukung adalah jatah tetap atau bertambah. Wacana lain adalah memasukkan orang-orang dari koalisi partai berseberangan.

Rakyat sebenarnya tidak begitu pusing apakah pembantu presiden berasal dari partai atau dari kaum profesional. Yang penting adalah bekerja profesional sebagai pengurus negara. Itulah definisi harfiah negarawan. Yang penting adalah kinerja, sebagaimana tecermin dari nama Kabinet Kerja.

Perombakan kabinet haruslah berbasis kinerja dan loyalitas tak terbagi. Ada sebuah nasihat bijak dari Injil, ”Tidak seorang pun dapat bekerja untuk dua majikan. Sebab ia akan lebih mengasihi yang satu daripada yang lain. Atau ia akan lebih setia kepada majikan yang satu daripada kepada yang lain” (Mat 6:24, BIMK). Karena loyalitas terbagi, pembantu presiden tidak segan-segan mengorbankan kolegialitas, mengeruhkan suasana kerja, dan memancing di air keruh.

Sejak era Reformasi, gairah berpolitik yang sangat tinggi belum diimbangi dengan tapa kuasa. Republik ini digerakkan oleh hasrat berkuasa dan melanggengkan kekuasaan lebih daripada hasrat melayani rakyat. Kegaduhan politik bukan karena sengitnya pertarungan ideologis, melainkan soal kekuasaan. Praktik bernegara kita pun masih tradisional, meski pranata-pranata negara sudah modern dan demokratis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Jagokan Sohibul Iman di Jakarta, Airlangga Ingatkan Pilkada Butuh Koalisi

PKS Jagokan Sohibul Iman di Jakarta, Airlangga Ingatkan Pilkada Butuh Koalisi

Nasional
Staf Airlangga Jadi Pj Gubernur Sumsel, Mendagri: Kami Ingin Beri Pengalaman

Staf Airlangga Jadi Pj Gubernur Sumsel, Mendagri: Kami Ingin Beri Pengalaman

Nasional
Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Nasional
Badan Pengkajian MPR Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Terbuka untuk Didiskusikan

Badan Pengkajian MPR Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Terbuka untuk Didiskusikan

Nasional
Sahroni Didorong Maju Pilkada Jakarta, Paloh: Dia Punya Kapabilitas, tetapi Elektabilitasnya...

Sahroni Didorong Maju Pilkada Jakarta, Paloh: Dia Punya Kapabilitas, tetapi Elektabilitasnya...

Nasional
Istana Tetapkan Tema dan Logo HUT ke-79 RI: 'Nusantara Baru, Indonesia Maju'

Istana Tetapkan Tema dan Logo HUT ke-79 RI: "Nusantara Baru, Indonesia Maju"

Nasional
KPI Tegaskan Belum Pernah Terima Draf Resmi RUU Penyiaran

KPI Tegaskan Belum Pernah Terima Draf Resmi RUU Penyiaran

Nasional
Dinyatakan Langgar Etik, Bamsoet: Saya Tak Mau Berpolemik

Dinyatakan Langgar Etik, Bamsoet: Saya Tak Mau Berpolemik

Nasional
Pakar Sebut Prabowo Bakal Menang Mudah jika Presiden Dipilih MPR

Pakar Sebut Prabowo Bakal Menang Mudah jika Presiden Dipilih MPR

Nasional
Ungkap Hubungan Jokowi dan Surya Paloh, Willy Aditya: Habis Pemilu Berteman Lagi...

Ungkap Hubungan Jokowi dan Surya Paloh, Willy Aditya: Habis Pemilu Berteman Lagi...

Nasional
PDN Diserang 'Ransomware', Tanggung Jawab Penyedia Layanan Disorot

PDN Diserang "Ransomware", Tanggung Jawab Penyedia Layanan Disorot

Nasional
Menkominfo: Pemerintah Tidak Akan Bayar Permintaan Tebusan 8 Juta Dollar Peretas PDN

Menkominfo: Pemerintah Tidak Akan Bayar Permintaan Tebusan 8 Juta Dollar Peretas PDN

Nasional
Serangan Siber ke PDN, Kesadaran Pemerintah Amankan Sistem Dinilai Masih Rendah

Serangan Siber ke PDN, Kesadaran Pemerintah Amankan Sistem Dinilai Masih Rendah

Nasional
Berkaca dari Kasus Vina Cirebon, Komnas HAM Sebut Proses Penyidikan dan Penyelidikan Polisi Rentan Pelanggaran

Berkaca dari Kasus Vina Cirebon, Komnas HAM Sebut Proses Penyidikan dan Penyelidikan Polisi Rentan Pelanggaran

Nasional
Minta Presiden Dipilih MPR Lagi, La Nyalla Desak Sidang Istimewa Usai Prabowo Dilantik

Minta Presiden Dipilih MPR Lagi, La Nyalla Desak Sidang Istimewa Usai Prabowo Dilantik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com