Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Budi Waseso Lebih Terlihat Mewakili Kepentingan Balas Dendam

Kompas.com - 16/07/2015, 10:22 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa kepolisian telah menggunakan hukum secara sewenang-wenang untuk melakukan balas dendam. Upaya kriminalisasi yang dilakukan terhadap KPK dan pimpinan Komisi Yudisial tidak lepas dari serangan balik kepolisian yang tidak terima dengan penetapan status tersangka terhadap Komjen Budi Gunawan.

"Semua rusak hanya untuk membalas dendam. Seolah-olah penegakan hukum hanya bisa dilakukan Polri semata di negeri ini. Padahal, Polri tidak boleh semena-mena dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya," ujar Koordinator Kontras Haris Azhar, dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (16/7/2015).

Haris mengatakan, upaya balas dendam ini berdampak buruk dengan merusak tatanan akuntabilitas, baik yang dijamin dalam konstitusi, seperti kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam mengawasi para hakim dan jaminan perlindungan HAM bagi masyarakat, maupun pada rusaknya tatanan aturan main hukum. (Baca: Muhammadiyah Minta Polri Hindari Arogansi Penegakan Hukum)

Koalisi mencatat, pascaperistiwa penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, tercatat setidaknya 49 orang telah dikriminalisasi. Berbagai tuduhan dialamatkan kepada orang-orang yang membela KPK, mendorong pemberantasan korupsi, dan melontarkan kritik kepada Polri.

Beberapa dari mereka dituduh melakukan pencemaran nama baik, kepemilikan senjata api, pemalsuan dokumen, dan hal-hal lainnya. Bahkan, tidak hanya para aktivis, akademisi hingga pejabat negara, seperti komisioner KY, ikut dijadikan tersangka. (Baca: Relawan Jokowi: Mengenaskan Wajah Penegakan Hukum, Ada Aroma Balas Dendam)

Koalisi meminta kepolisian untuk menghentikan segala tindakan yang mengatasnamakan hukum, tetapi sesungguhnya merupakan upaya intimidatif. Mereka meminta agar Presiden Joko Widodo memberikan perhatian yang serius atas situasi ini.

"Mengingat situasi ini juga berkembang akibat dari ketidaktegasan beliau (Jokowi), maka momentum buruk ini harus digunakan secara baik. Kami juga meminta agar Kapolri mengevaluasi kinerja Kabareskrim Komjen Budi Waseso, yang lebih terlihat mewakili kepentingan upaya balas dendam," kata Haris.

Bareskrim Polri menjerat dua komisioner KY, Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman, setelah komisi tersebut memutuskan untuk memberikan rekomendasi sanksi berupa skors selama enam bulan terhadap Hakim Sarpin.

Rekomendasi itu terkait putusan Sarpin terhadap gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan. Budi Gunawan kini menjabat Wakil Kepala Polri setelah Sarpin memutuskan penetapan status tersangka oleh KPK tidak sah. (Baca: KY Rekomendasikan Sanksi Skors 6 Bulan untuk Sarpin)

Langkah Bareskrim tersebut lalu dikritik berbagai pihak. Bahkan, banyak pihak mendesak agar Presiden Joko Widodo mengganti Kabareskrim. Penetapan tersangka dua komisioner KY itu lalu dikaitkan dengan langkah Bareskrim menjerat dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, setelah KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. (Baca: Syafii Maarif: Kenapa Sulit Sekali Jokowi Suruh Kapolri Ganti Bawahannya?)

Budi Waseso sudah membantah melakukan kriminalisasi atau rekayasa. Menurut dia, pihaknya hanya menegakkan hukum berdasarkan laporan Sarpin yang merasa nama baiknya dicemarkan oleh kedua komisioner KY itu. (Baca: Budi Waseso Minta Syafii Maarif Tak Campuri jika Tak Mengerti Penegakan Hukum)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com