YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Warga Muhammadiyah dari berbagai elemen di Daerah Istimewa Yogyakarta meminta institusi Kepolisian Republik Indonesia menghindari sikap arogansi dalam menjalankan tugas penegakan hukum.
Tuntutan itu disampaikan oleh berbagai elemen warga Muhammadiyah, di antaranya PP Muhammadiyah, PP Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, serta Indonesia Court Monitoring (ICM) DIY di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta, Rabu (15/7/2015.
"Kami menuntut agar jangan sampai ada arogansi dalam penegakan hukum di Indonesia," kata ketua Divisi Advokasi Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah, Zuly Qodir, seperti dikutip Antara.
Menurut Zuly, ditinjau dari kasus perseteruan antara institusi Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masyarakat luas dapat menilai bahwa terdapat sisi arogansi dalam penegakan hukum yang justru cenderung mengarah pada kriminalisasi.
Dalam kasus itu, Polri, khususnya Badan Reserse Kriminal yang dipimpin Komjen Budi Waseso, menurut dia, terkesan arogan dalam melakukan upaya penangkapan beberapa anggota pimpinan KPK. (baca: Budi Gunawan Puji Budi Waseso)
"Kami khawatir hal serupa akan terus terjadi pada kepemimpinan KPK baru mendatang," kata dia.
Selain itu, hal serupa terlihat dalam penetapan dua komisioner Komisi Yudisial (KY) sebagai tersangka pencemaran nama baik Hakim Sarpin Rizaldi.
Oleh sebab itu, Zuly berharap demi perbaikan di tubuh Polri, institusi tersebut bersedia membenahi diri dan tidak antikritik.
Sementara itu, Direktur Indonesia Court Monitoring (ICM) Tri Wahyu meminta Presiden RI Joko Widodo memenuhi janji yang tertuang dalam Program Nawacita serta mempertimbangkan ulang posisi Budi Waseso sebagai Kabareskrim.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, sebelumnya mengkritik langkah Bareskrim yang menjerat Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri.
Syafii Maarif meminta ketegasan Presiden Joko Widodo atas dugaan kriminalisasi terhadap penegak hukum. Pasalnya, belum surut pemberitaan komisioner KPK yang ditetapkan sebagai tersangka, kini dua komisioner KY mengalami hal serupa. (Baca: Syafii Maarif: Kenapa Sulit Sekali Jokowi Suruh Kapolri Ganti Bawahannya?)
"Kok mudah sekali menjadikan tersangka. Saya berharap bangsa ini jangan dipimpin oleh orang yang tidak keru-keruan ini," ujar Syafii di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/7/2015).
Menurut dia, Polri harus melakukan reformasi dengan mengganti orang-orang yang terlihat ingin melemahkan instansi penegak hukum lainnya. Ia mengatakan, seharusnya Jokowi memerintahkan Kapolri untuk segera mengganti oknum-oknum tersebut.
"Ada aparat yang jelas-jelas melukai publik, melukai hukum, diganti. Kenapa sulit amat perintahkan Pak Haiti mengganti?" kata Syafii. (Baca: Didesak Dicopot sebagai Kabareskrim, Ini Komentar Budi Waseso)
Bareskrim Polri menjerat keduanya setelah KY memutuskan untuk memberikan rekomendasi sanksi berupa skors selama enam bulan terhadap Hakim Sarpin. Rekomendasi itu terkait putusan Sarpin terhadap gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan yang kini menjabat Wakil Kepala Polri. (Baca: KY Rekomendasikan Sanksi Skors 6 Bulan untuk Sarpin)
Budi Waseso sudah membantah melakukan kriminalisasi atau rekayasa. Menurut dia, pihaknya hanya menegakkan hukum berdasarkan laporan Sarpin yang merasa nama baiknya dicemarkan oleh kedua komisioner KY itu. (Baca: Budi Waseso Minta Syafii Maarif Tak Campuri Jika Tak Mengerti Penegakan Hukum)