Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Hakim Sarpin, MA Tunggu Rekomendasi Resmi KY

Kompas.com - 02/07/2015, 10:14 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Mahkamah Agung hingga saat ini belum menerima dokumen resmi dari Komisi Yudisial mengenai rekomendasi pemberian sanksi terhadap Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi. Rekomendasi itu terkait sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan yang ditangani Sarpin.

Juru Bicara MA Suhadi mengatakan, dokumen resmi KY akan menjadi dasar pertimbangan MA untuk menyetujui atau menolak pemberian sanksi.

"Belum ada dokumen resmi yang diterima Ketua Mahkamah Agung, jadi belum bisa ditentukan mengenai rekomendasi itu," ujar Suhadi kepada Kompas.com, Kamis (2/7/2015).

Suhadi mengatakan, apabila dokumen berisi rekomendasi tersebut telah sampai ke Ketua MA, maka para pimpinan MA akan mengadakan rapat pimpinan untuk mengkaji rekomendasi yang diberikan KY. MA diberikan waktu selama 60 hari untuk membuat putusan.

Suhadi mengatakan, menurut undang-undang, jika setelah 60 hari MA belum juga memberikan putusan, maka rekomendasi KY tersebut dapat berlaku dengan sendirinya.

Rapat pimpinan MA biasanya hanya menggunakan dokumen resmi yang diberikan KY sebagai landasan. MA tidak perlu untuk memanggil pihak yang dikenai rekomendasi.

KY sebelumnya memutuskan untuk memberikan rekomendasi sanksi berupa skors selama 6 bulan terhadap Sarpin Rizaldi. Keputusan ini diambil dalam rapat pleno yang diikuti semua Komisioner KY. (baca: KY Rekomendasikan Sanksi Skors 6 Bulan untuk Sarpin)

Komisioner KY Imam Anshori Saleh mengatakan, putusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan beberapa prinsip kehakiman yang dilanggar oleh Sarpin.

"Pleno lengkap dengan 7 Komisioner KY telah sepakat merekomendasikan sanksi skors, (non-palu) selama 6 bulan," ujar Imam kepada Kompas.com, Selasa (30/6/2015).

Menurut Imam, ada beberapa hal yang merupakan prinsip dasar hakim, yang dinilai telah dilanggar oleh Sarpin. (baca: Ruki Tak Mau Komentari Budi Gunawan Jadi Wakapolri)

Pertama, Sarpin dianggap tidak teliti dalam mengutip keterangan ahli yang dijadikan pertimbangan untuk memberikan putusan sehingga yang disampaikan ahli bertentangan dengan yang dimuat hakim dalam putusannya.

Kedua, Sarpin tidak teliti menuliskan identitas ahli, dengan menyebut Prof Sidharta sebagai ahli hukum pidana. Padahal, Sidharta adalah ahli filsafat hukum. Ketiga, Sarpin diketahui menerima fasilitas pembelaan dari kuasa hukum secara gratis, dan bersikap tidak rendah hati, dengan tidak memenuhi panggilan KY.

"Saat dipanggil, Sarpin malah menantang KY untuk datang ke PN Jakarta Selatan," kata Imam.

Adapun terkait persoalan teknis, yaitu terkait putusan Sarpin mengenai penetapan tersangka yang menjadi obyek praperadilan, KY akan menyerahkan hal tersebut sepenuhnya kepada Mahkamah Agung.

Sarpin sebelumnya mengaku akan bertanggung jawab terkait hasil putusan praperadilan Budi Gunawan. Sarpin menegaskan bahwa dirinya enggan menerima apa pun yang menjadi hasil putusan KY. (baca: Sarpin: Saya Tanggung Jawab ke Tuhan, Bukan KY!)

"Kasih tau bahwa keputusan itu saya buat (dan) saya pertanggungjawabkan kepada Tuhan, demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Saya tidak bertanggung jawab putusan terhadap KY. Bilang sama KY," kata Sarpin beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com