KOMPAS.com — Kasus Mary Jane Veloso memperlihatkan masih banyaknya kelemahan dalam hukum Indonesia. Maka dari itu, hukuman mati tak patut diterapkan dan Presiden Joko Widodo perlu meninjau lagi kebijakan menolak permohonan grasi tanpa memeriksa secara cermat. Demikian kata pengamat.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa memang benar ternyata ada fakta-fakta dan indikasi bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia.
"Kemarin, ada orang yang menyerahkan diri kepada polisi Filipina mengaku bahwa dialah sebenarnya yang merekrut Mary Jane dengan dalih untuk dipekerjakan di Malaysia, tetapi tiba-tiba dialihkan ke Indonesia, mendarat di Yogya," kata Prasetyo kepada para wartawan.
Ditunda, bukan dibatalkan
Namun, Prasetyo menegaskan bahwa statusnya sekarang ini adalah penundaan eksekusi, bukan pembatalan hukuman. Hal ini dijelaskan pula oleh Presiden Jokowi sendiri dalam kesempatan lain.
Direktur Eksekutif LSM Imparsial, Poengky Indarti, mengatakan bahwa paparan Prasetyo menggambarkan buruknya hukum di Indonesia, yang tidak ada prinsip kehati-hatian, tidak ada prinsip fair trial.
"Kasus Mary Jane menunjukkan jelas kebiasaan kebanyakan hakim di Indonesia, juga jaksa, yang tidak menggali permasalahan dan fakta-fakta. Mereka lebih suka mendasarkan proses pengadilan pada apa yang ada di berita acara pemeriksaan (BAP) yang disusun polisi. Mereka tidak teliti, tidak cermat dalam memeriksa BAP itu," kata Poengky.
Yang mengerikan, kata Poengky, proses hukum yang jauh dari prinsip kehati-hatian itu juga terjadi untuk kasus-kasus yang ancamannya hukuman mati.
Dengan demikian, hal ini membuka kemungkinan yang sangat besar bahwa terdakwa dihukum mati, dan akhirnya dieksekusi, padahal tidak bersalah atau perbuatan pidananya tidak cukup berat untuk divonis dengan hukuman mati.
Hal ini sebagaimana terjadi terhadap Mary Jane Veloso. Juga sebagaimana terjadi terhadap Zainal Abidin, warga Indonesia yang dieksekusi Rabu dini hari lalu bersama tujuh orang lain.
Menurut Poengky, hakim di berbagai tingkat tidak memedulikan fakta bahwa Zainal Abidin disiksa dalam pemeriksaan agar mengaku, padahal ia hanya dijebak temannya sendiri.
Mary Jane Veloso sedikit lebih beruntung karena pada saat-saat akhir Presiden Jokowi berhasil diyakinkan tentang fakta-fakta di luar putusan pengadilan, khususnya setelah ada pengakuan orang yang menjebak "perempuan miskin" beranak dua itu.
Ledakan kegembiraan
Di Filipina, penundaan eksekusi Mary Jane Veloso disambut luar biasa gembira oleh ratusan orang yang berkumpul di depan Kedubes RI di Manila dan di berbagai tempat di seluruh negeri.
Ivanka Custodio di Quezon City menjelaskan kepada BBC, "Orang-orang Filipina sangat senang dengan penundaan eksekusi ini. Kami menganggapnya sebagai semacam kemenangan karena hampir semua yakin bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia dan ia semestinya diperlakukan seperti itu."