Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Copot Perwira Polisi yang Melawan

Kompas.com - 08/03/2015, 19:27 WIB


BANTUL, KOMPAS — Presiden Joko Widodo diminta benar-benar bertindak tegas menghentikan dugaan kriminalisasi terhadap sejumlah pihak yang selama ini mendukung pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, perwira polisi yang tidak mematuhi instruksi tersebut harus dicopot dari jabatannya.

"Syarat untuk menghentikan kriminalisasi itu sebenarnya gampang. Presiden harus tegas," kata Ahmad Syafii Maarif, Ketua Tim Sembilan yang dibentuk Presiden Joko Widodo untuk memberi masukan terkait kasus KPK-Polri, di Bantul, DI Yogyakarta, Sabtu (7/3).

Sejumlah pegiat gerakan anti korupsi, seperti mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif) Bambang Widjojanto, serta mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein, Jumat, mendatangi Kantor Sekretariat Negara, Jakarta.

Saat itu Bambang berharap Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti menindaklanjuti pernyataan Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno agar dugaan kriminalisasi terhadap sejumlah pihak yang mendukung pemberantasan korupsi dihentikan (Kompas, 7/3).

Syafii menyatakan, kepolisian merupakan lembaga yang berada di bawah Presiden. Oleh karena itu, lembaga tersebut harus mematuhi perintah Presiden. "Presiden sebagai kepala pemerintahan berhak memberi pemerintah. Jangan mengimbau saja, tetapi harus beri perintah," katanya.

Jika ada perwira polisi yang diduga tidak mau menjalankan perintah Presiden, Syafii mengatakan, perwira itu harus diberhentikan. "Perwira tinggi yang bermasalah atau menjadi sumber kekacauan sebaiknya diganti. Kita masih punya banyak perwira tinggi yang bagus," ucapnya.

Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bambang Cipto mengatakan, jika masalah kriminalisasi tidak diselesaikan secara tuntas, masyarakat akan terus-menerus merasa resah.

"Jangan sampai masalah ini dibiarkan menggantung. Kalau tidak ada ketegasan dari Presiden, masalah itu tak akan pernah selesai," katanya.

Bersikap jantan

Saat ditanya wartawan di Yogyakarta tentang permintaan Presiden agar dugaan kriminalisasi terhadap pihak yang mendukung gerakan anti korupsi dihentikan, Wakil Presiden Jusuf Kalla justru mempertanyakan apa yang dimaksud dengan kriminalisasi.

"Kalau seorang punya fakta dia salah, kemudian diperiksa, apa itu kriminalisasi menurut Anda?" tanyanya yang langsung dijawab wartawan bahwa itu baru dugaan.

"BG (Budi Gunawan) apa bukan dugaan? Yang ditangkap KPK apa juga bukan dugaan? Selalu dugaan awalnya. Nanti diperiksa baru ada bukti," ujarnya.

Wapres meminta kalangan pegiat gerakan anti korupsi bersikap sportif. "Jangan memengaruhi orang. Jelaskan dong. Sportif, jantan. Karena jantan juga katakan, 'Tangkap itu, tangkap itu, tangkap itu'. Begitu dia, 'Maaf Anda juga kena masalah'. Masak dikatakan, 'Saya karena pahlawan anti korupsi tak bisa diperiksa', kan, begitu maunya? Salah dong," kata Wapres.

"Saya ingin ulangi lagi. Kriminalisasi itu apabila sesuatu dibuat-buat. Namun, kalau sesuatu fakta, kemudian orang diperiksa, itu bukan kriminalisasi. Apalagi, teman-teman pegiat anti korupsi jangan tiba-tiba takut diperiksa. Padahal, kalau orang lain (suruh) periksa, periksa, menyangkut dirinya jangan periksa saya, kan, salah," kata Wapres.

Terkait kedatangan Denny Indrayana, Bambang Widjojanto, dan Yunus Husein ke Kantor Sekretariat Negara, Jumat, Jusuf Kalla menilai langkah mereka tidak sportif. Menurut dia, seharusnya Denny, Bambang, dan Yunus menjelaskan bahwa mereka tidak bersalah.

"Jangan datang bahwa saya tidak salah. Jangan buat opini. Jelaskan masalahnya bahwa dalam masalah ini saya tidak salah. Jangan karena saya pegiat anti korupsi, jangan saya diperiksa. Wah, salah itu," kata Wapres.

Kepercayaan

Penyelesaian masalah KPK-Polri yang tak komprehensif terus menggerus kepercayaan publik, terutama kelas menengah, terhadap pemerintah. Hal ini setidaknya terlihat dari penelitian Lembaga Pengkajian Teknologi dan Informasi (LPTI) Pelataran Mataram dan AirMob, lembaga pemantauan dan analisis media sosial, terhadap perbincangan di Twitter dan Facebook, Januari hingga Februari 2015.

"Sentimen positif terhadap Jokowi turun menjadi tinggal 51 persen dari sebelumnya 60 persen," ujar peneliti dari LPTI Pelataran Mataram, Husen Asyari.

Menurut dia, penurunan sentimen positif di media sosial itu merupakan peringatan. Hal ini karena dukungan besar pengguna internet (netizen) menjadi modal utama Jokowi-Kalla memenangi Pemilu Presiden 2014.

"Adanya penurunan sentimen positif itu bukan berarti ke depan akan terus turun. Bisa saja kembali meningkat asalkan pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan kehendak rakyat, terutama menyelesaikan secara komprehensif masalah yang dialami KPK dalam hubungannya dengan kepolisian," ujarnya.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menuturkan, penyelesaian masalah KPK- Polri tidak cukup dilakukan dengan meminta agar dugaan kriminalisasi terhadap pendukung pemberantasan korupsi dihentikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com