Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Posisi Komjen Badrodin Haiti Setelah Sutarman Dicopot?

Kompas.com - 19/01/2015, 18:47 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pihak Istana mengungkapkan Komisaris Jenderal Badrodin Haiti bukanlah pelaksana tugas Kepala Kepolisian RI. Istilah yang digunakan Istana dalam menyebut Badrodin adalah Wakil Kepala Polri yang melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang sebagai Kapolri.

Istilah cukup panjang itu pun sempat membingungkan wartawan. Pasalnya, di dalam Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian tidak mencantumkan istilah yang dipakai pihak istana.

Di dalam UU Kepolisian, pada pasal 11 ayat 5, istilah yang dipakai yakni pelaksana tugas Kapolri. Kutipan dari ayat tersebut yakni "Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat".

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto memastikan posisi Komjen Badrodin bukanlah Plt. Badrodin pun menyebutkan dirinya hanya untuk mengisi kevakuman kekuasaan di Polri. "Bukan (Plt). Ini kan sebetulnya Kapolri terpilih itu kan sudah ada, cuma belum dilantik. Untuk isi kekosongan kan kita diberi wewenang penuh penugasan untuk laksanakan tugas dan tanggung jawab Kapolri full seperti Kapolri," ujar Badrodin di istana kepresidenan, Senin (19/1/2015).

Andi memaparkan, dengan posisi Wakapolri saat ini, Badrodin bisa mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjamin fungsi kepolisian berjalan. Badrodin, lanjut dia, juga bisa melakukan rotasi pejabat dan menjalankan fungsi anggaran.

Diskresi

Untuk posisi "spesial" Badrodin itu, Andi mengungkapkan pemerintah tak menjadikan UU Kepolisian sebagai dasar. Bisa jadi istana menghindar menggunakan undang-undang itu karena ada syarat pemberhentian sementara dalam penunjukan pelaksana tugas itu. Sementara Presiden Jokowi menunda pelantikan Komjen Budi Gunawan.

"Presiden melakukan diskresi dengan pelaksanaan fungsi pemerintahan agar tidak ada kekosongan di kepolisian," imbuh dia. (Baca: Presiden Jokowi Berhentikan Kapolri Jenderal Polisi Sutarman)

Penunjukan Badrodin itu pula, disebut Andi, sudah dikomunikasikan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. Setya sempat bertemu Presiden Jokowi dan membahas soal ini. Secara tertulis, Andi mengakui pemerintah belum melakukannya. (Baca: Oegroseno: Komjen Pol Badrodin Haiti Plt untuk Siapa?)

Dengan alasan diskresi itulah, Badrodin kemudian disebut sebagai Wakapolri yang menjalankan tugas, fungsi dan wewenang Kapolri. Lalu, di mana dasar hukum yang mengatur soal diskresi ini?

Istilah "diskresi" pejabat pemerintah ternyata diatur dalam Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diskresi adalah keputusan atau indakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan atau adanya stagnasi pemerintahan.

Menurut UU ini, Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang, dengan tujuan untuk:

a. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;

b. Mengisi kekosongan hukum; dan

c. Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Diskresi dimaksud meliputi:

a. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan;

b. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur;

c. Pengambil Keputusan dan/atau Tndakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas;

d. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.

“Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat sesuai dengan tjuan Diskresi, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan AUPB, berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan Konflik Kepentingan, dan dilakukan dengan itikad baik,” bunyi Pasal 24 UU ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Wisuda Ajang Kampus Cari Duit, Muhadjir: Kalau Perlu Setruk Keluarganya Datang, Beli Undangan

Sebut Wisuda Ajang Kampus Cari Duit, Muhadjir: Kalau Perlu Setruk Keluarganya Datang, Beli Undangan

Nasional
Puan Minta MKD Ungkap Nama Anggota DPR yang Main Judi 'Online'

Puan Minta MKD Ungkap Nama Anggota DPR yang Main Judi "Online"

Nasional
Kejagung: Harvey Moeis Bukan Pemilik Jet Pribadi, tetapi 32 Kali Jadi Penumpang

Kejagung: Harvey Moeis Bukan Pemilik Jet Pribadi, tetapi 32 Kali Jadi Penumpang

Nasional
KY Loloskan 19 Calon Hakim Agung dan 3 Ad Hoc HAM untuk MA

KY Loloskan 19 Calon Hakim Agung dan 3 Ad Hoc HAM untuk MA

Nasional
Loyalitas Pegawai KPK Dikeluhkan, Rekrutmen Independen Patut Dipertimbangkan

Loyalitas Pegawai KPK Dikeluhkan, Rekrutmen Independen Patut Dipertimbangkan

Nasional
KPK Mesti Lakukan Terobosan Supaya Pegawai Independen dan Loyal

KPK Mesti Lakukan Terobosan Supaya Pegawai Independen dan Loyal

Nasional
Belum Lirik Sandiaga, PKB Masih Prioritaskan Marzuki Mustamar untuk Pilkada Jatim

Belum Lirik Sandiaga, PKB Masih Prioritaskan Marzuki Mustamar untuk Pilkada Jatim

Nasional
Menkes Sebut Dokter Asing Didatangkan untuk Selamatkan Bayi Kelainan Jantung

Menkes Sebut Dokter Asing Didatangkan untuk Selamatkan Bayi Kelainan Jantung

Nasional
MKD Sebut Perputaran Dana Dugaan Judi Online di DPR Capai Rp 1,9 Miiar

MKD Sebut Perputaran Dana Dugaan Judi Online di DPR Capai Rp 1,9 Miiar

Nasional
DPR Desak Kapolri Buka Lagi Kasus Afif yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

DPR Desak Kapolri Buka Lagi Kasus Afif yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

Nasional
Bantah KPK, Kejagung: Kami Terbuka Jalankan Fungsi Koordinasi dan Supervisi

Bantah KPK, Kejagung: Kami Terbuka Jalankan Fungsi Koordinasi dan Supervisi

Nasional
Soal Revisi UU Polri, Pengawasan Eksternal Harusnya Ditingkatkan lewat Dewan Kepolisian Nasional

Soal Revisi UU Polri, Pengawasan Eksternal Harusnya Ditingkatkan lewat Dewan Kepolisian Nasional

Nasional
Jokowi, Luhut Hingga Sri Mulyani Bahas Aturan IUPK Batu Bara, Pajaknya Bakal Naik?

Jokowi, Luhut Hingga Sri Mulyani Bahas Aturan IUPK Batu Bara, Pajaknya Bakal Naik?

Nasional
Menkes Akui Harga Obat di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Malaysia, Inefisiensi Penyebabnya

Menkes Akui Harga Obat di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Malaysia, Inefisiensi Penyebabnya

Nasional
Redupnya Politik Buruh di Panggung Elektoral

Redupnya Politik Buruh di Panggung Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com